Sabtu, 08 November 2014

GAGAL JANTUNG

2.1    Definisi
Gagal jantung, sering  disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah  yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. (Smeltzer, 2001)
Gagal jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan stukturatau fungsi jantung. (Sudoyo, 2007)
Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk arterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degenerative otot jantung.
Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya demam, koma, tirotoksikosis), hipoksia, dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen. (Baughman, 2000)

Gagal jantung mengacu pada tanda dan gejala yang diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh. Pompa itu sendiri terganggu dan tidak mampu mensuplai darah adekuat untuk memenuhi kebutuhan seluler. Gagal jantung adalah salah satu kegagalan sirkulasi, suatu istilah yang juga mencakup hipoperfusi yang diakibatkan oleh kondisi jantung tambahan, seperti hipovolemia, vasodilatasi perifer dan ketidakadekuatan oksigenasi hemoglobin. Kongesti sirkulasi dapat diakibatkan oleh penyebab jantung atau bukan jantung. Penyebab jantung dari kongeti sirkulasi disebut gagal jantung kongesti (GJK). Penyebab bukan jantung mencakup kondisi peningkatan volume darah seperti yang disebabkan oleh retensi garam dan terutama diakibatkan oleh penurunan tahanan perifer, seperti fistula arteriovena dan anemia berat. (Tambayong, 2000)

2.2    Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung  meliputi gangguan konstriklitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan  persamaan CO= HR  X  SV dimana curah jantung (CO: cardiac output) adalah fungsi frekwensi jantung (HR: heart rate) X volume sekuncup ( SV: stroke volume).
        Frekuensi adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat prekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan  diri untuk mempertahankan curah jantung. Terapi pada gagl jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih bisa dipertahankan. (Smeltzer, 2001)
Gagal jantung kongestif terjadi bila jantung tidak dapat memompa darah kembali ke sisi kanan jantung atau memberikan sirkulasi sistemik yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan organ-organ dan jaringan dalam tubuh. Komponen CHF mencakup volume preload dan volume sirkulasi, afterload, dan kotraktilitas. (Bezt, 2009)
·         Preload adalah sinonim dengan Hukuman Starling pada jantung  yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
·         Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat seldan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
·         Aftetload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, hasilnya curah jantung berkurang. Kemudahan dalam menentukan pengukuran hemodinamika melalui  prosedur  pemantauan invasive telah mempermudah diagnosa gagal jantung kongestif dan mempermudah penerapan terapi farmakologis yang efektif. (Smeltzer, 2001)
Penyebab CHF adalah;
1.      Status curah jantung tinggi, biasanya berhubungan dengan penyakit jantung congenital dengan peningkatan aliran darah pulmonal ke sisi kanan jantung dan sesudah itu, ke paru; defek yang biasa menyebabkan overload volume ini adalah paten duktus arteriosus dan defek septum ventricular.
2.      Status curah jantung rendah, berhubungan dengan (1) penyakit jantung congenital dengan obstruksi jantung kiri ynag menyebabkna jantung harus memompa lebih keras untuk melewati daerah restriktif, seperti pada koarktasiocaorta atau stenosis katup aorta, (2) penyakit otot jantung primer, eperti pada kardiomiopati, atau (3) gangguan irama, eperti disritmia takikardia ataubradikardia.
Jika jantung gagal karena alasan apapun dan curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, sistem saraf simpatis berespon dnegan berusaha meningkatkan volume darah sirkulasi dengan mengalihkan darah dari organ-oragn non-esensial yang mengurangi aliran darah ginjal, mengaktifkan mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron, dan meningkatakan retensi natrium dan air. Pelepasan katekolanin dengan penurunan curah jantung akan meningkatkan denyut jantung, tonus vaskuler, dan akan menyebabkan berkeringat. Mekanisme kompensasi awal inimempertahankan curah jantung yang pada akhirnya menimbulkan menifestasi klinis dari CHF. (Bezt, 2009)

2.3    Etiologi
Penyakit  yang menyebabkan kerusakan atau beban berlebih  pada kemempuan pompa jantung menyebabkan gagal jantung.
Faktor-faktor pemicu
Penting untuk mempertimbangkan adanya faktor yang memperberat:
·         Aritmia ( misalnya fibrirasi antrium)
·         Masalah dengan obat (tidak patuth,obat penahan cairan,misalnya obat antiinflamasin [OAISIN])
·         Anemia
·         Infeksi, misalnya peneumonia, infeksi saluran kemih
·         Penyakit tiroid (Dafey, 2005)
Menurut Suzanne C.Smeltzer (2001), etiologi dari gagal jantung yakni;
Kelainan otot jantung. Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degenerative atau  inflamasi.
Atrerosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. terjadinya hipoksia dan asidosis(akibat penumpukan asam laktat).
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tapi untuk  alasan yang tidak jelas, hipertropi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal. Dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degenerative berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. mekanisme yang biasanya terlibat mencangkup gangguan aliran darah melalui jantung (mis, stenosis katub semiluner), kemampuan jantung untuk mengisi darah (mis, tamponade pericardium, perikarditas konstriktif atau stenosis katub AV), atau pengosongan jantung  abnormal (mis, infusiensi katup AV). Peningkatan afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak  ada hipertrofi miokard.
Factor sistemik. Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. meningkatnya laju metabolism (mis.,  Demam, tirotoksikosis), hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosi (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung  menurunkan   efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
-          Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit arteri coroner, hipertensi,kardiomiopati,penyakit pembuluh darah,atau penyakit ajntung kongenital)dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel(stenosis mitral, kardiomiopati atau penyakit pericardial).
-          Faktor pencetus termasuk meningkatnya asupan garam,ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagl jantung, infark miokard akut(mungkin yang tersembunyi ),serangan hipertensi,aritmia akut,infeksi atau demam,emboli paru,anemia,tirotoksikosis,kehamilan dan endocarditis infektif.
 Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung, yaitu :
1.       Kelebihan Na dalam makanan
2.       Kelebihan intake cairan
3.       Tidak patuh minum obat
4.       Iatrogenic  volume overload
5.       Aritmia : flutter, aritmia ventrikel
6.       Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker
7.       Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia, gagal ginjal, defisiensi vitamin B, emboli    paru. (Setyo, 2011)

2.4    Klasifikasi
Klasifikasi berbagai sindrom gagal jantung dibuat berdasarkan yang mendominasi sindrom klinis secara keseluruhan. Hal ini bisa membantu diagnosa.
·         Gagal jantung akut secara garis besar sama dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan mempertahankan curah jantung yang terjadi mendadak. Tidak dapat cukup waktu untuk terjadinya mekanisme kompensasi dan gambaran klinisnya didominasi oleh edema paru akut.
·         Gagal jantung kronis secara garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun secara bertahap, gejala dan tanda tidak terlalu jelas dan didominasi oleh gambaran yang menunjukan mekanisme kompensasi. Yang membingungkan sering terjadi gagal jantung kiri dan kanan sekaligus, biasanya karena gagal jantung kiri kronis menyebabkan hipertensi pulmonal sekunder dan gagal jantung kanan. Kegagalan biventrikular disebut ’’gagal jantung kongestif’’. (Dafey, 2005)

Klasifikasi menurut New York Healt assosiation
Kelas NYHA                          Sesak Napas
I                                               Tidak ada
II                                             Pada aktivitas berat
II                                             Pada aktivitas sedang
IV                                            Saat istirahat

ü  GAGAL JANTUNG KIRI
Gagal jantung kiri terjadi bila curah jantung ventrikel kiri kurang dari volume total darah yang diterima dari jantung kanan melalui sirkulasi pulmoner. Akibatnya terjadi bendungan disirkulasi paru, dan tekanan darah sistemik turun.
Penyebab paling umum dari gagal ventrikel kiri adalah infark miokard. Penyebab lain meliputi hipertensi sistemik, stenosis atau insufisiensi aorta, dan kardiomiopati. Stenosis mitral dan insufiensi mitral juga dapat menyebabkan gejala GJKi.
Pada tahap awal GJKi, dispnea terlihat bila cadangan jantung berlebihan. Pada saat cairan mulai mengumpul dalam kapiler pulmonal, pembentukan edema interstitial menyebabkan defek pada oksigenasi. Saturasi oksigen darah menurun, menyebabkan komereseptor merangsang pusat pernapasan. Pada awalnya frekuensi pernapasan selama latihan dan selanjutnya bahkan pada saat istirahat. Napas pendek pada aktivitas fisik adalah gejala umum dan relative dini. Individu ini dapat mengeluh sesak napas bila berjalan atau setelah makan banyak. Ketidakmampuan bernapas dalam posisi telentang disebut ortopnea. Pada GJKi kronis, edema pulmonal interstisial dan alveolar mungkin ada setiap waktu; posisi duduk tegak dipilih sehingga cairan turun kedasar paru, yang membuat bernapas lebih mudah.
Dispnea nocturnal paroksimal mengacu pada awitan episode akut dispnea malam hari. Penyebab kondisi ini tidak diketahui, tetapi dianggap akibat dari perbaikan kinerja jantung pada malam hari selama posisi terlentang. Ini menyebabkan peningkatan reabsorpsi cairan yang telah terakumulai dalam setengah bagian tubuh bawah kedalam vena sistemik, dimana cairan ini dikembalikan ke jantung. Peningkatan cairan yang kembali membebani ventrikel kiri, menyebabkan kongesti pulmonal akut sampai individu ini mengambil posisi ortopneik. Kesulitan napas ini dianggap menjadi gejala spesifik dari GJKi.
Asma jantung adalah istilah yang telah digunakan untuk menggambarkan mengi karena spasme bronkus yang diakibatkan oleh gagal jantung. Bronkiolus dapat bereaksi terhadap peningkatan cairan dalam alveoli, berkonstriksi, dan menghasilkan karakteristik mengi.
6.png
Edema pulmonal adalah kondisi akut, mengancam jiwa yang paling sering diakibatkan oleh GJKi tetapi juag dapat diakibatkan oleh permeabilitas membrane alveolo-kapiler yang tidak normal. tanda dan gejala edema pulmonal adalah dispnea akut, pernapasan tersenggal-senggal, ansietas berat, nadi lemah dan cepat, peningkatan tekanan vena, dan penurunan haluaran urine. Kulit dingin dan lembab, sianosis. Batuk disertai dengan dahak putih, bercak merah muda, atau mungkin ada sputum berdarah. Kebanyakan serangan secara bertahap berkurang dalam 1 sampai 3 jam, biasanya dengan pengobatan, tetapi dapat berjalan dengan cepat menjadi syok dan kematian.

ü  GAGAL JANTUNG KANAN
Gagal jantung kanan terjadi bila curah ventrikel kanan kurang dari masukan dari sirkulasi vena sistemik. Sebagai akibatnya, sirkulai vena sistemik terbendung, da curah ke paru-paru menurun.
Penyebab utama adalah gagal jantung kiri, yang menyebabkan tekanan pulmoner naik, sehingga ventrikel kanan bertanbah bebannya. Selain ini penyakit paru obstruksi menahun (PPOM), embolus pulmoner, dan defek jantung bawaan, terutama yang berakibat hipertensi pulmoner. Gagal jantung kanan yang diakibatkan oleh penyakit paru disebut cor pulmonale.
Tanda dan gejala dari GJKa dikarakteristikan oleh edema dependen dan pitting dapat dilihat pada sternum atau sacrum pada individu yang berbaring serta pada kaki dan tungkai individu yang duduk. Pemebesaran limpa dan hati dapat menyebabkan tekanan pada organ sekitar, keterlibatan pernapasan, dan difusi organ. Ikterik dan masalah koagulasi dapat terjadi pada GJKa tidak terdekompensasi, lama, dan berat. Asites juga terjadi bila GJKa berat dan dapat menyebabkan retriksi pernapasan dan tekanan abdomen. Efusi pleural juga dapat terlihat karena peningkatan tekanan kapiler. Distensi vena jugularis terjadi dan dapat diukur ditempat tidur.
Pada GJKa murni, gejala pulmonal minimal sampai tidak ada. Edema perifer mungkin massif dan secara bertahap mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh, suatu kondisi yang disebut anasarka. (Tambayong, 2000)


2.5    Tanda dan Gejala
·         Gagal jantung kiri: sesak napas, diperberat bila sesak napas terutama pada tengah malam. Tanda-tanda yang muncul antara lain takipnea, takikardia, terdengar bunyi jantung ketiga dan ronki parubibasilar saat inspirasi. Kenaikan tekanan vena jugularis dan edema ferifer bisa tidak ada.
·         Gagal jantung kanan: retensi cairan pada tungkai, pada kasus yang berat dapat terjadi asites. Tanda-tanda yang ditemukan adalah kenaikan JVP dan edema perifer.
·         Gagal jantung kronis: pada CHF yang berlangsung lama terjadi pembesaran jantung . penurunan otot skelet bisa substansial dan menyebabkan fatigue, kelelahan dan kelemahan. (Dafey, 2005)

2.6    Manifestasi Klinis
1.         Peningkatan volume intravaskuler
2.         Kongeti jaringan.
3.         Peningkatan desakan vena pulmonal ditandai oleh batuk dan sesak napas.
4.         Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.
5.         Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intolenransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin, dan oliguria. (Baughman, 2000)
6.         Takikardia
7.         Kardiomegali
8.         Peningkatan usaha pernapasan
9.         Takipnea
10.     Hepatomegali
11.     Edema
12.     Diaforesis
13.     Kesulitan makan dan penambahan berat badan yang buruk
14.     Iritabilitas (Bezt, 2009)

2.7    Komplikasi
·         Tromboemboli: resiko terjadinya bekuan vena atau DVT (deep venous thrombosis) dan emboli paru atau EP dan emboli sistemiktinggi, terutama pada CHF berat . bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
·         Komplikasi fibrilasi atrium: sering terjadi pada CHF, yang bisa menyebabkan pemburukan dramatis. Hal tersebut merupakan indikasi pemantauan denyut jantung (dengan pemberian digoksin/bloker β) dan pemberian warfarin.
·         Kegagalan pompa progresif: bisa terjadi karena penggunaan deuritik dengan dosis yang tinggi. Tranplantasi jantung merupakan pilihan pada pasien tertentu.
·         Aritmia ventrikel: sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung mendadak (25-50% kematian pada CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaton, bloker β, dan defibrilatoryang ditanam mungkin turut mempunyai peranan. (Dafey, 2005)

2.8    Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan awal CHF adalah dengan agens farmakologis yang bekerja untuk memperbaiki fungsi otot jantung dengan mengurangi beban jantung. Digitalis diberikan untuk meningkatkan curah jantung dengan menambatkan nodus atrioventrikular agar setiap kontraksi yang dihasilkan semakin kuat. Deuritik menurunkan volume preload karena kerja deuritik adalah menurunkan volume cairan ekstrasel. Dilator vena, arteri, atau dilator campuran dapat diberikan untuk menurunkan preload dengan menurunkan tahanan vaskuler sistemik atau pulmonal. Cairan biasanya dibatasi sampai dua pertiga cairan rumatan dan berikan perhatian terhadap nutrisi dan istirahat. Penatalaksanaan medis dilanjutkan dengan rencana untuk intervensi kateteritasi jantung atau intervensi bedah jika diindikasikan. (Bezt, 2009)
Menurut Mutaqin (2009), penatalaksanaan medis pada pasien gagal jantung dapat dilakukan dengan;
-          Terapi oksigen
-          Terapi nitrat dan Vasodilator koroner
-          Terapi diuretic
-          Terapi inotropik positif
-          Terapi sedative
Menurut Dafey (2005), terapi yang dapat dilakukan pada penderita gagal jantung antara lain;
·         Terapi umum : obati penyebab yang mendasari dan aritmia bila ada. Kurangi asupan garam dan air, pantau terapi dengan mengukur berat badan setiap hari. Obati faktor resiko hipertensi dan PJK dengan tepat.
·         Deuritik adalah dasar untuk simtomatik. Dosisinya harus  cukup besar untuk menghilangkan edema paru dan perifer. Efek samping utama adalah hipokalemia ( berikan suplemen K+ atau deuritik hemat kalium. Seperti amilorid). Spironoklaktom. Suatu deurutik hemat kalium (antagonis aldosteron) memperbaiki frogniosis pada CHF berat.
·         Inhibitor ACE menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Memotong respon neoroendokrin maladaptif. Beberapa penelitian besar acak dengan control menunjukan obat golongan ini memperbaiki gejala, kualitas hidup, dan prognosis pada gagal jantung yang nyata atau kerusakan fungsi ventrikel kiri. Obat ini dapat memacu gagal ginjal pada sianosis arteri renalis bilateral (periksa ureum dan kreatinin). Efek samping lain yang paling banyak dijumpai adalah batuk kring persisten 15%.
·         Antagonis reseftor angiotensin II. Misalnya losartan menghambat angiotensin II. Dengan antagonisme langsung terhadap reseftornya. Efek dan manfaatnya sama seperti inhibitor  ACE
·         Bloker B, seperti bisoprolol, dan karvedilol sebelumnya dianggap kontraindikasi pada gagal jantung. Namun demikian, katekolanin yang tinggi dalam sirkulasidan penurunan regulasi reseftor adrenelgik sangat berbahaya pada gagal jantung. Bloker B (diberikan hanya pada pasien yang stabil, dengan dosis yang sangat rendah, dinaikan bertahap) membalikan keadaan ini dan memperbaiki ststus fungsional serta prognosis. Menurunkan kegagalan pompa serta kematian mendadak akibat aritmia.
·        Digoksin memiliki efek inotrofik positif pada irama sinus dan menyebabkan perbaikan simtomatik serta menurunkan tingkat perawatan dirumah sakit, walaupun tidak mempengaruhi tingkat mortalitas.

2.9          Asuhan Keperawatan
a.       Pengkajian
Anamnesa
-          Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan gagal jantung adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
-          Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu:
·         Provoking Incident : kelemahan fisik yang terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung (lihat klasifikasi gagal jantung).
·         Quality of Pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu pernapasan).
·         Region : Iradiation, relief : apakah kelemahan fisik bersifat local atau memengaruhi keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
·         Severity (Scale )of Pain : kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktvitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
·         Timer : sifat mula timbulnya  (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktifitas.
-          Riwayat penyakit dahulu
 Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, infark miokardium, diabetesmelitus, dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan meliputi obat deuretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
-          Riwayat penyakit keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya.

-          Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alcohol atau obat tertentu. kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari, dan jenis rokok.
Disamping pertanyaan-pertanyaan tersebut, data biografi juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama yang dianut klien.
Saat mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan kembali kondisi klien. Bila keadaan klien sedang kritis, maka pertanyaan yang diajukan bukan pertanyaaan terbuka tetapi pertanyaaan tertutup yaitu pertanyaan yang jawabannya “ya” dan “tidak” atau pertanyaan yang dapat dijawab dengan gerakan tubuh, yaitu mengangguk atau menggelengkan kepala sehingga tidak memerlukan energy yang besar.
-          Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan ynang tak perlu, khawatir tentang keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, dan focus pada dirir sendiri.,
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya strees karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan kesulitan koping dengan stressor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia atau tampak kebingungan.

Pemeriksaan fisik
-          Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi system saraf pusat.
-          B1 (Breathing)
Kongesti vaskular pulmonal
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk, dan edema akut.
a.      Dispnea
Dispnea, dikarakteristikkan dengan pernafasan cepat, dangkal dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya insomnia, gelisah, atau kelemahan, yang disebabkan oleh dispnea.
b.      Ortopnea
Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti paru pulmonal. Perawat harus menentukan apakah ortopnea benar-benar berhubungsn de gan penyakir jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien belaka. Sebagai contoh, bila klien menyatakan bahwa alasan  ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur. Tetapi, perawat harus menanyakan alasanklien tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah dilakukan sejak sebelum mempunyai gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat di anggap sebagai ortopnea.
c.       Dispnea Nokturnal Paroksimal
Dispnea nokturnal pulmonal (DNP) adalah keluhan yang dikenal baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun ditengah malam karena mengalami napas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksimal diperkirakan disebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan kedalam kompartemen intravaskular sebagai akibat dari posisi telentang. Pada siang hari, saat klien mengeluh melakukan aktivitas, tekanan hidrostatik vena meningkat, khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi, peningkatan volume cairan, dan peningkatan tonus simpatetik. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini, sejumlah cairan keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun, dengan posisi telentang, tekanan pada kapiler-kapiler dependen menurun dan cairan diserap kembali ke dalam sirkulasi. Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan memberikan jumlah tambahan darah yang dialirkan ke jantung untuk dipompa tiap menit (peningkatan beban awal) dan memberikan beban tambahan pada dasar vascular pulmonal yang telah mengalami kongesti.
Mengigat bahwa DNP terjadi bukan hanya pada malam hari tetapi dapat terjadi kapan saja, klien harus diberikan tirah baring selama perawatan akut dirumah sakit.
d.      Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskular pulmonal yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan batuk pendek. Gejala ini dihubungkan dengan kongesti mukosa bronchial dan berhubungann dengan peningkatan produksi mucus.
e.       Edema Pulmonal
Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi dihubungkan dengan kongesti vascular pulmonal. Edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan didalam saluran vascular (kurang lebih 30mmHg). Pada tekanan ini, akan terjadi transduksi cairan ke dalam alveoli, namun sebaliknya tekanan ini akan menurunkan tersedianya area untuk transport normal oksigen dan karbondioksida dari darah dalam kapiler pulmonal.
Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, dan sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna merah muda, berbusa yang keluar dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani dengan cepat dan tepat.
-          B2 (Blood)
Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan adanya edema ekstremitas.
Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali).
Penurunan curah jantung
Selain gejala-gejala yang diakibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti vascular pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga dihubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi, deficit memori, atau penurunan toleransi latihan.
Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien. Namun, gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap sebagai depresi, neurosis, atau keluhan fungsional. Oleh karena itu, kondisi ini secara potensial merupakan indicator penting penyimpangan fungsi pompa yang sering tidak diperhatikan dank lien juga diberi keyakinan yang tidak tepat atau diberi tranquilizer atau sediaan yang dapat meningkatkan suasana hati (mood). Sebaiknya diingat, adanya gejala tidak spesifik dari curah jantung yang rendah memerlukan pengkajian yang lebih lanjut dan tepat terhadap jantung dan pemeriksaan psikologis klien yang akan memberikan informasi untuk menentukan penataaksanaan yang tepat.
Bunyi jantung dan crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat dikenali dengan mudahadalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3 dan S4) dan crackles pada bunyi paru-paru. S4 atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung. klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat menunjukkan adanya penurunan komplians (peningkatan kekakuan) miokardium. Hal ini mungkin merupakan indikasi awal (premonitori) menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya ditemukan pada klien dengan infark miokardium akut dan mungkin tidak mempunyai prognosis bermakna, tetapi mungkin menunjukkan kegagalan yang baru terjadi.
S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa hamper tidak pernah ditemukan kecuali jika ada penyakit jantung signifikan. Kebanyakan dokter akan setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagl kongestif diindikasikan dengan adanya tanda ini. S3 terdengar pada awal diasolik setelah bunyi jantung kedua (S2) dan berkaitan denngan periode pengisian ventrikel pasif yang cepat. Suara ini juga terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang diletakkan diatas apeks, akan lebih baik dengan posisi klien berbaring miring kiri, dan pada akhir respirasi.
Crackles atau ronchi basah halus secara umum terdengar pada dasar posteriorparu dan sering dikenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri, dan memang demikian sesungguhnya. Sebelum crackles ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung, klien harus diinstruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena berada di bawah diafragma.
Crackles yang tidak menghilang setelah batuk (pasca batuk-rejan) perlu dievaluasi sedangkan yang hilang setelah batuk mungkin secara klinis tidak penting. Perawat harus segera memberikan perhatian pada klien yang mungkin mempunyai bukti bahwa gagl ventrikel kiri terjadi atau adanya S3 pada apeks dan belum mempunyai area paru yan g cukup bersih. Jangan menunggu memberikan terapi bila tidak ditemukan bunyi crackles pada paru-paru.
Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung terhadap stress, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi kontraksi atrium premature, takikardia atrium paroksimal, dan denyut ventrikel premature. Kapan pun abnormalitas irama terdeteksi, seseorang harus berupaya untuk menemukan mekanisme dasar patofisiologisnya, kemudian terapi dapat direncanakan dan diberikan dengan tepat.
Distensi vena jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi dilatasi dari ruang ventrikel, peningkatan volume, dan tekanan pada diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan diteruskan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis. Seseorang dapat mengevaluasi peningkatan vena jugularis dengan melihat pada vena-vena di leher dan memperhatikan ketinggian kolom darah. Klien diinstruksikan untuk berbaring ditempat tidur dan kepala tempat tidur ditinggikan antara 300-600, kolom darah di vena-vena jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di atas batas atas klavikula. Namun, pada klien dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar antara 1 sampai 2 cm.
Kulit dingin
Kegagalan arus darah dean (forward failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah dialihkan dari organ-organ nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan perfusinya, maka manifestasi paling awal dar gagal ke depan yang lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokontrksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis. 
Perubahan Nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.
·      Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf simpatik.
·      Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokontriksi perifer akan mengurangi tekanan nadi ( perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) dan menghasilkan denyut yang lemah atau thready pulse.
·      Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.
·      Selain itu, pada gagal jantung yang berat dapat timbul pulsus alternans atau gangguan pulsasi, suatu perubahan dari kekuatan denyut arteri. pulsus alternans menunjukkan gangguan fungsi mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke denyut pada volume sekuncup.

-          B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
-          B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
-          B5 (Bowel)
Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh vortal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distress pernapasan.
Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mulai terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena didalam rongga abdomen.
-          B6 (Bone)
Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel. Banyak orang, terutama lansia, menghabiskan waktu mereka untuk duduk dikursi dengan kaki tergantung. Sebagai akibat dari posisi tubuh ini, penurunan turgor jaringan subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut dan mungkin karena adanya penyakit vena primer seperti varikositis, edema pergelangan kaki dapat terjadi sebagai gejala yang mewakili faktor terebut daripada dianggap sebagai gejala kegagalan ventrikel kanan. Bila edema tampak dan berhubungan dengan kegagalan ventrikel kanan, ini bergantung pada lokasi. Bila klien berdiri atau bangun, edema akan ditemukan secara primer pada pergelangan kaki dan akan terus berlanjut ke bagian atas tungkai bila kegagalan maikn buruk. bila klien berbaring ditempat tidur, bagian tubuh yang tergantung adalah area sacrum, dan edema harus diperhatikan pada area tersebut. Manifestasi klinis gagal ventrikel kanan yang tampak adalah edem ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites, anoreksia dan mual, nokturia, dan lemah.
Edema di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap akan meningkat hingga ke bagian tungkai dan paha dan akhirnya ke genetalia eksterna dan tubuh bagian bawah). Edema sacral jarang terjadi pada klien yang berbaring lama karena daerah sacral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema merupakan cara pemeriksaaan dedema dimana edema akan tetap cekung setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal sebanyak 4,5 kg.

Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan emghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.
Pemeriksaan diagnostik 
-          Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan diagnostic yang pertama dan sebagai alat yang pertama untuk menajemen gagal jantung; sifatnya tidak infasif dan segera dapat diberikan diagnosis disfungsi jantung dan informasi yang berkaitan dengan penyebab terjadinya disfungsi jantung dengan segera. Dengan adanya kombinasi M-Mode, ekokardiografi 2D, dan Doppler, maka pemeriksaan infasif lain tidak lagi diperlukan.
Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel.\
-          Rontgen toraks
Foto Rontgen toreks posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.

-          Elektrokardiografi
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) mekipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, tetapi tidak dapat memberikan gambaran yang spesifik. Pada hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu dicurigai bahwa hasil diagnosis salah.
Pada pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG seperti berikut ini.
·         Left bundle branch block, Kelainan segmen ST/T menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis;
·         Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST menunjjukan penyakit jantung iskemi;
·         ARitmia;
·         Defisiasi aksis ke kanan, Rigth bundle branch block, dan hipertropi ventrkel kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.
b.      Diagnosa
1.      Aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal
2.      Aktual/resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan, kongesti paru akibat skunder dari perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan interstitial.
3.      Aktual/resiko tinggi kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan sistematis, perembesan cairan interstitial distemis akibat skunder dari penurunan curah jantung, gagal jantung kanan.
4.      Akutual/resiko tinggi gangguan perfusi ferifer yang berhubungan dengan menurunnya curah jantung.
5.      Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen kejaringan dengan kebutuhan dengan akibat skunder dari penurunan curah jantung.
6.      Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kematian, situasi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
c.       Intervensi
-          Dx 1
Tujuan
Penurunan curah jantung dapat teratasi, tanda vital dalam batas terkontrol/hilang, bebas gejala gagal jantung, outpu urine adekuat.
Kriteria evaluasi
Penurunan Dispnea, TD normal, tidak terjadi aritmia, CRT kurang dari 3 detik, produksi urine lebih dari 30 mL/jam.
Intervensi
1.      Kaji dan lapor tanda penurunan curah jantung.
Rasional : Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.
2.      Auskulatasi nadi apikal.
Rasional : Mengompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel, KAP, MAT, PAT, PVC, dan AF disritmia umum berkenaan dengan GJK.
3.      Catat bunyi jantung.
Rasional : Mengetahui adanya S3 dan S4.
4.      Palpasi nadi perifer.
Rasional : Mengetahui terjadinya penurunan curah jantung.
5.      Pantau dan catat adanya output urine, jumlah dan kepekatan urine.
Rasional : Mengetahui respon ginjal terhadap penurunan curah jantung.
6.      Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal.
Rasional : Menurunkan kerja jantung.
7.      Atur posisi tirah baring tirah baring.
Rasional : Mengurangi kesulitan bernapas.
8.      Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas, dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral.
9.      Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan yang tenang.
Rasional : Meningkatkan frekuensi kerja jantung.
10.  Berikan oksigen tambahan.
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen.
11.  Kolaborasi pemberian diet jantung.
Rasional : Meminalkan kerja dan ketegangan otot.
12.  Kolaborasi pemberian obat.
Rasional : Meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontratilitas, dan menurunkan kongesti.
13.  Pantau rangkaian gambaran EKG dan perubahan foto rontgen toraks.
Rasional : Menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
-          Dx 2
Tujuan
Penurunan respon sesak napas.
Kriteria evaluasi
Klien menunjukkan penurunan sesak napas, tanda vital dalam batas normal (RR 16-20x/menit), tidak ada penggunaan alat bantu napas, GDA normal.
Intervensi
1.      Berikan tambahan oksigen 6 L/mnt
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen dalam proses pertukaran gas.
2.      Latih batuk efektif dan napas dalam.
Rasional : Mencegah atelektasis
3.      Kolaborasi pemberian obat.
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas otot jantung.
-          Dx 3
Tujuan
Tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemis.
Criteria Evaluasi
Klien tidak sesak napas, edema (-), pitting edema (-), produksi urine > 600ml/hari.
Intervensi
1.      Kaji adanya edema ekstremitas.
Rasinal : Dugaan adanya gagal jantung kongestif.
2.      Kaji TD.
Rasional : Mengetahui peningkatan jumlah cairan yang mempengaruhi kerja jantung.
3.      Kaji DVJ.
Rasional : Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan.
4.      Ukur intake dan output cairan.
Rasional : Mengetahui penurunan curah jantung.
5.      Timbang berat badan.
Rasional : Mengetahui apakah ada gangguan keseimbangan cairan.
6.      Berikan posisi yang membantu drainase ekstremitas, lakukan gerak pasif.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena.
7.      Kolaborasi pemberian diet dan obat deuritika.
Rasional : Menurunkan volume cairan tubuh untuk menurunkan kerja jantung.
-          Dx 4
Tujuan
Perfusi perifer meningkat
Criteria evaluasi
Klien tidak mengeluh pusing, tanda vital normal, CRT < 3 detik, dan urine > 600ml/hari.
Intervensi
1.      Auskultasi TD.
Rasional : Mengetahui adanya hipotensi dan hipertensi.
2.      Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaforesis.
Rasional :Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
3.      Kaji kualitas peristaltik.
Rasional : Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap GI.
4.      Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas.
Rasional : Sebagai dampak jantung kanan berat.
5.      Pantau output urine.
Rasional : Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan produksi urine.
6.      Pantau frekuensi jantung dan irama jantung.
Rasional : Mengetahui komplikasi disritmia.
7.      Berikan makanan kecil dan mudah dikunyah, batasi intake kafein.
Rasional : Makanan besar meningkatkan kerja jantung dan kafein meningkatkan frekuensi jantung
-          Dx 5
Tujuan
Terdapat respon perbaikan dengan meningkatnya kemampuan beraktivitas klien.
Criteria evaluasi
Klien beraktivitas tanpa gejala-gejala yang berat, klien tidak mengalami sesak napas saat beraktifitas.
Intervensi
1.      Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD.
Rasional : Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
2.      Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
Rasional : Menurunkan kerja miokardium dan konsumsi oksigen.
3.      Anjurkan menghindari perilaku yang meningkatkan tekanan abdomen.
Rasional : Meningkatkan preload, tahanan vaskuler sistemis, dan beban jantung.
4.      Pertahankan tirah baring saat fase akut.
Rasional : Mengurangi beban jantung.
5.      Evaluasi tanda vital apabila kemajuan aktivitas terjadi.
Rasional : Mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan aktivitas.
6.      Pertahankan penambahan oksigen.
Rasional : Meningkatkan oksigenasi jaringan.
7.      Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja napas dan frekuensi napas serta keluhan subjektif.
Rasional : Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
8.      Berikan diet sesuai program (pembatasan air dan natrium).
Rasional : Mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas jantung.
9.      Rujuk ke program rehabilitasi jantung.
Rasional : mengurangi jumlah oksigen dan mengurangi ketidaknyamanan.
-          Dx 6
Tujuan
Kecemasan berkurang
Criteria hasil
Tidur 6-8 jam/hari, gelisah hilang, ansietas berkurang/hilang, klien dapat mengungkapkan perasaannya tentang tindakan yang dilakukan, klien dapat mengidentifikasi penyebab dan faktor yang memperngaruhinya.
Intervensi
1.      Kaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan.
Rasional : Meningkatkan kebutuhan jantung akan oksigen.
2.      Temani klien saat periode kecemasan tinggi dan beri dukungan.
Rasional : Meningkatkan kemampuan koping klien.
3.      Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Rasional : Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
4.      Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.
Rasional : Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
5.      Lakukan pendekatan dan komunikasi.
Rasional : Membina saling percaya.
6.      Beri kesempatan untuk orang terdekat untuk mendampingi klien.
Rasional : Membantu dalam mengungkapkan perasaan yang dihadapinya.
7.      Beri penjelasan tentang penyakit, penyebab serta penanganan yang akan dilakukan.
Rasional : Klien dan keluarga dapat  memperoleh informasi yang lebih jelas.
8.      Kolaborasi dalam pemberian obat.

Rasional : Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan. (Mutaqin, 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar