2.1
Definisi
Gagal
jantung, sering disebut gagal jantung
kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling
sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
(Smeltzer, 2001)
Gagal
jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh
sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan stukturatau fungsi jantung. (Sudoyo,
2007)
Mekanisme
yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari
jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang
mendasari termasuk arterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi
atau degenerative otot jantung.
Sejumlah
faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung.
Peningkatan laju metabolic (misalnya demam, koma, tirotoksikosis), hipoksia,
dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen. (Baughman, 2000)
Gagal
jantung mengacu pada tanda dan gejala yang diakibatkan oleh ketidakmampuan
jantung untuk memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.
Pompa itu sendiri terganggu dan tidak mampu mensuplai darah adekuat untuk memenuhi
kebutuhan seluler. Gagal jantung adalah salah satu kegagalan sirkulasi, suatu
istilah yang juga mencakup hipoperfusi yang diakibatkan oleh kondisi jantung
tambahan, seperti hipovolemia, vasodilatasi perifer dan ketidakadekuatan
oksigenasi hemoglobin. Kongesti sirkulasi dapat diakibatkan oleh penyebab
jantung atau bukan jantung. Penyebab jantung dari kongeti sirkulasi disebut
gagal jantung kongesti (GJK). Penyebab bukan jantung mencakup kondisi
peningkatan volume darah seperti yang disebabkan oleh retensi garam dan
terutama diakibatkan oleh penurunan tahanan perifer, seperti fistula
arteriovena dan anemia berat. (Tambayong, 2000)
2.2
Patofisiologi
Mekanisme
yang mendasari gagal jantung meliputi
gangguan konstriklitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah
dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan
dengan persamaan CO= HR X SV
dimana curah jantung (CO: cardiac output) adalah fungsi frekwensi jantung (HR:
heart rate) X volume sekuncup ( SV: stroke volume).
Frekuensi adalah fungsi
system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, system saraf simpatis akan
mempercepat prekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Terapi pada gagl jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih bisa
dipertahankan. (Smeltzer, 2001)
Gagal
jantung kongestif terjadi bila jantung tidak dapat memompa darah kembali ke
sisi kanan jantung atau memberikan sirkulasi sistemik yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan organ-organ dan jaringan dalam tubuh. Komponen CHF mencakup
volume preload dan volume sirkulasi, afterload, dan kotraktilitas. (Bezt, 2009)
·
Preload adalah
sinonim dengan Hukuman Starling pada jantung
yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut
jantung.
·
Kontraktilitas
mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat seldan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
·
Aftetload
mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
Pada
gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu,
hasilnya curah jantung berkurang. Kemudahan dalam menentukan pengukuran
hemodinamika melalui prosedur pemantauan invasive telah mempermudah
diagnosa gagal jantung kongestif dan mempermudah penerapan terapi farmakologis
yang efektif. (Smeltzer, 2001)
Penyebab CHF adalah;
1.
Status curah
jantung tinggi, biasanya berhubungan dengan penyakit jantung congenital dengan
peningkatan aliran darah pulmonal ke sisi kanan jantung dan sesudah itu, ke
paru; defek yang biasa menyebabkan overload volume ini adalah paten duktus
arteriosus dan defek septum ventricular.
2.
Status curah
jantung rendah, berhubungan dengan (1) penyakit jantung congenital dengan
obstruksi jantung kiri ynag menyebabkna jantung harus memompa lebih keras untuk
melewati daerah restriktif, seperti pada koarktasiocaorta atau stenosis katup
aorta, (2) penyakit otot jantung primer, eperti pada kardiomiopati, atau (3)
gangguan irama, eperti disritmia takikardia ataubradikardia.
Jika
jantung gagal karena alasan apapun dan curah jantung tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh, sistem saraf simpatis berespon dnegan berusaha
meningkatkan volume darah sirkulasi dengan mengalihkan darah dari organ-oragn
non-esensial yang mengurangi aliran darah ginjal, mengaktifkan mekanisme
rennin-angiotensin-aldosteron, dan meningkatakan retensi natrium dan air.
Pelepasan katekolanin dengan penurunan curah jantung akan meningkatkan denyut
jantung, tonus vaskuler, dan akan menyebabkan berkeringat. Mekanisme kompensasi
awal inimempertahankan curah jantung yang pada akhirnya menimbulkan menifestasi
klinis dari CHF. (Bezt, 2009)
2.3
Etiologi
Penyakit yang menyebabkan kerusakan atau beban
berlebih pada kemempuan pompa jantung
menyebabkan gagal jantung.
Faktor-faktor pemicu
Penting untuk mempertimbangkan adanya faktor yang
memperberat:
·
Aritmia (
misalnya fibrirasi antrium)
·
Masalah dengan obat
(tidak patuth,obat penahan cairan,misalnya obat antiinflamasin [OAISIN])
·
Anemia
·
Infeksi, misalnya
peneumonia, infeksi saluran kemih
·
Penyakit tiroid
(Dafey, 2005)
Menurut Suzanne
C.Smeltzer (2001), etiologi dari gagal jantung yakni;
Kelainan otot
jantung. Gagal jantung paling
sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degenerative
atau inflamasi.
Atrerosklerosis
koroner mengakibatkan
disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.
terjadinya hipoksia dan asidosis(akibat penumpukan asam laktat).
Hipertensi
sistemik atau pulmonal (peningkatan
afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung. Tapi untuk alasan yang tidak
jelas, hipertropi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal. Dan
akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan
penyakit miokardium degenerative
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Penyakit jantung
lain. Gagal jantung dapat
terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung
mempengaruhi jantung. mekanisme yang biasanya terlibat mencangkup gangguan
aliran darah melalui jantung (mis, stenosis katub semiluner), kemampuan jantung
untuk mengisi darah (mis, tamponade pericardium, perikarditas konstriktif atau
stenosis katub AV), atau pengosongan jantung
abnormal (mis, infusiensi katup AV). Peningkatan afterload akibat
meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan
gagal jantung meskipun tidak ada
hipertrofi miokard.
Factor sistemik. Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. meningkatnya laju metabolism (mis., Demam, tirotoksikosis), hipoksia, dan anemia
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosi
(respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung. Disritmia jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya
atau secara sekunder akibat gagal jantung
menurunkan efisiensi keseluruhan
fungsi jantung.
-
Faktor
predisposisi
gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel
(seperti penyakit arteri coroner, hipertensi,kardiomiopati,penyakit pembuluh
darah,atau penyakit ajntung kongenital)dan keadaan yang membatasi pengisian
ventrikel(stenosis mitral, kardiomiopati atau penyakit pericardial).
-
Faktor
pencetus termasuk
meningkatnya asupan garam,ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagl
jantung, infark miokard akut(mungkin yang tersembunyi ),serangan
hipertensi,aritmia akut,infeksi atau demam,emboli paru,anemia,tirotoksikosis,kehamilan
dan endocarditis infektif.
Selain itu ada pula faktor
presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung, yaitu :
1. Kelebihan Na dalam makanan
2. Kelebihan intake cairan
3. Tidak patuh minum obat
4. Iatrogenic volume overload
5. Aritmia : flutter, aritmia ventrikel
6. Obat-obatan: alkohol, antagonis
kalsium, beta bloker
7. Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia,
gagal ginjal, defisiensi vitamin B, emboli paru. (Setyo,
2011)
2.4
Klasifikasi
Klasifikasi
berbagai sindrom gagal jantung dibuat berdasarkan yang mendominasi sindrom
klinis secara keseluruhan. Hal ini bisa membantu diagnosa.
·
Gagal jantung
akut secara garis besar sama dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh
kegagalan mempertahankan curah jantung yang terjadi mendadak. Tidak dapat cukup
waktu untuk terjadinya mekanisme kompensasi dan gambaran klinisnya didominasi
oleh edema paru akut.
·
Gagal jantung
kronis secara garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung
menurun secara bertahap, gejala dan tanda tidak terlalu jelas dan didominasi oleh
gambaran yang menunjukan mekanisme kompensasi. Yang membingungkan sering
terjadi gagal jantung kiri dan kanan sekaligus, biasanya karena gagal jantung
kiri kronis menyebabkan hipertensi pulmonal sekunder dan gagal jantung kanan. Kegagalan
biventrikular disebut ’’gagal jantung kongestif’’. (Dafey, 2005)
Klasifikasi
menurut New York Healt assosiation
Kelas NYHA Sesak
Napas
I Tidak
ada
II Pada
aktivitas berat
II Pada
aktivitas sedang
IV Saat
istirahat
ü GAGAL JANTUNG KIRI
Gagal jantung kiri terjadi bila curah jantung
ventrikel kiri kurang dari volume total darah yang diterima dari jantung kanan
melalui sirkulasi pulmoner. Akibatnya terjadi bendungan disirkulasi paru, dan
tekanan darah sistemik turun.
Penyebab paling umum dari gagal ventrikel kiri
adalah infark miokard. Penyebab lain meliputi hipertensi sistemik, stenosis
atau insufisiensi aorta, dan kardiomiopati. Stenosis mitral dan insufiensi
mitral juga dapat menyebabkan gejala GJKi.
Pada tahap awal GJKi, dispnea terlihat bila cadangan
jantung berlebihan. Pada saat cairan mulai mengumpul dalam kapiler pulmonal,
pembentukan edema interstitial menyebabkan defek pada oksigenasi. Saturasi
oksigen darah menurun, menyebabkan komereseptor merangsang pusat pernapasan.
Pada awalnya frekuensi pernapasan selama latihan dan selanjutnya bahkan pada
saat istirahat. Napas pendek pada aktivitas fisik adalah gejala umum dan
relative dini. Individu ini dapat mengeluh sesak napas bila berjalan atau
setelah makan banyak. Ketidakmampuan bernapas dalam posisi telentang disebut ortopnea.
Pada GJKi kronis, edema pulmonal interstisial dan alveolar mungkin ada setiap
waktu; posisi duduk tegak dipilih sehingga cairan turun kedasar paru, yang
membuat bernapas lebih mudah.
Dispnea nocturnal paroksimal mengacu pada awitan
episode akut dispnea malam hari. Penyebab kondisi ini tidak diketahui, tetapi
dianggap akibat dari perbaikan kinerja jantung pada malam hari selama posisi
terlentang. Ini menyebabkan peningkatan reabsorpsi cairan yang telah
terakumulai dalam setengah bagian tubuh bawah kedalam vena sistemik, dimana
cairan ini dikembalikan ke jantung. Peningkatan cairan yang kembali membebani
ventrikel kiri, menyebabkan kongesti pulmonal akut sampai individu ini
mengambil posisi ortopneik. Kesulitan napas ini dianggap menjadi gejala spesifik
dari GJKi.
Asma jantung adalah istilah yang telah digunakan
untuk menggambarkan mengi karena spasme bronkus yang diakibatkan oleh gagal
jantung. Bronkiolus dapat bereaksi terhadap peningkatan cairan dalam alveoli,
berkonstriksi, dan menghasilkan karakteristik mengi.
Edema pulmonal adalah kondisi akut, mengancam jiwa
yang paling sering diakibatkan oleh GJKi tetapi juag dapat diakibatkan oleh
permeabilitas membrane alveolo-kapiler yang tidak normal. tanda dan gejala edema
pulmonal adalah dispnea akut, pernapasan tersenggal-senggal, ansietas berat,
nadi lemah dan cepat, peningkatan tekanan vena, dan penurunan haluaran urine.
Kulit dingin dan lembab, sianosis. Batuk disertai dengan dahak putih, bercak
merah muda, atau mungkin ada sputum berdarah. Kebanyakan serangan secara
bertahap berkurang dalam 1 sampai 3 jam, biasanya dengan pengobatan, tetapi
dapat berjalan dengan cepat menjadi syok dan kematian.
ü GAGAL JANTUNG KANAN
Gagal jantung kanan terjadi bila curah ventrikel kanan
kurang dari masukan dari sirkulasi vena sistemik. Sebagai akibatnya, sirkulai
vena sistemik terbendung, da curah ke paru-paru menurun.
Penyebab utama adalah gagal jantung kiri, yang
menyebabkan tekanan pulmoner naik, sehingga ventrikel kanan bertanbah bebannya.
Selain ini penyakit paru obstruksi menahun (PPOM), embolus pulmoner, dan defek
jantung bawaan, terutama yang berakibat hipertensi pulmoner. Gagal jantung
kanan yang diakibatkan oleh penyakit paru disebut cor pulmonale.
Tanda dan gejala dari GJKa dikarakteristikan oleh
edema dependen dan pitting dapat dilihat pada sternum atau sacrum pada individu
yang berbaring serta pada kaki dan tungkai individu yang duduk. Pemebesaran
limpa dan hati dapat menyebabkan tekanan pada organ sekitar, keterlibatan pernapasan,
dan difusi organ. Ikterik dan masalah koagulasi dapat terjadi pada GJKa tidak
terdekompensasi, lama, dan berat. Asites juga terjadi bila GJKa berat dan dapat
menyebabkan retriksi pernapasan dan tekanan abdomen. Efusi pleural juga dapat
terlihat karena peningkatan tekanan kapiler. Distensi vena jugularis terjadi
dan dapat diukur ditempat tidur.
Pada GJKa murni, gejala pulmonal minimal sampai
tidak ada. Edema perifer mungkin massif dan secara bertahap mempengaruhi
kebanyakan jaringan tubuh, suatu kondisi yang disebut anasarka. (Tambayong,
2000)
2.5
Tanda dan Gejala
·
Gagal jantung
kiri:
sesak napas, diperberat bila sesak napas terutama pada tengah malam.
Tanda-tanda yang muncul antara lain takipnea, takikardia, terdengar bunyi
jantung ketiga dan ronki parubibasilar saat inspirasi. Kenaikan tekanan vena
jugularis dan edema ferifer bisa tidak ada.
·
Gagal jantung
kanan:
retensi cairan pada tungkai, pada kasus yang berat dapat terjadi asites. Tanda-tanda
yang ditemukan adalah kenaikan JVP dan edema perifer.
·
Gagal jantung
kronis:
pada CHF yang berlangsung lama terjadi pembesaran jantung . penurunan otot
skelet bisa substansial dan menyebabkan fatigue, kelelahan dan kelemahan. (Dafey,
2005)
2.6
Manifestasi Klinis
1.
Peningkatan
volume intravaskuler
2.
Kongeti
jaringan.
3.
Peningkatan
desakan vena pulmonal ditandai oleh batuk dan sesak napas.
4.
Peningkatan
desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan
penambahan berat badan.
5.
Penurunan curah
jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intolenransi
jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin, dan oliguria. (Baughman, 2000)
6.
Takikardia
7.
Kardiomegali
8.
Peningkatan
usaha pernapasan
9.
Takipnea
10.
Hepatomegali
11.
Edema
12.
Diaforesis
13.
Kesulitan makan
dan penambahan berat badan yang buruk
14.
Iritabilitas
(Bezt, 2009)
2.7
Komplikasi
·
Tromboemboli: resiko terjadinya bekuan vena atau DVT (deep venous thrombosis) dan emboli paru
atau EP dan emboli sistemiktinggi, terutama pada CHF berat . bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
·
Komplikasi
fibrilasi atrium: sering terjadi
pada CHF, yang bisa menyebabkan pemburukan dramatis. Hal tersebut merupakan
indikasi pemantauan denyut jantung (dengan pemberian digoksin/bloker β) dan
pemberian warfarin.
·
Kegagalan pompa
progresif: bisa terjadi karena
penggunaan deuritik dengan dosis yang tinggi. Tranplantasi jantung merupakan
pilihan pada pasien tertentu.
·
Aritmia
ventrikel: sering dijumpai, bisa
menyebabkan sinkop atau kematian jantung mendadak (25-50% kematian pada CHF).
Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaton, bloker β, dan
defibrilatoryang ditanam mungkin turut mempunyai peranan. (Dafey, 2005)
2.8
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan
awal CHF adalah dengan agens farmakologis yang bekerja untuk memperbaiki fungsi
otot jantung dengan mengurangi beban jantung. Digitalis diberikan untuk
meningkatkan curah jantung dengan menambatkan nodus atrioventrikular agar
setiap kontraksi yang dihasilkan semakin kuat. Deuritik menurunkan volume
preload karena kerja deuritik adalah menurunkan volume cairan ekstrasel.
Dilator vena, arteri, atau dilator campuran dapat diberikan untuk menurunkan
preload dengan menurunkan tahanan vaskuler sistemik atau pulmonal. Cairan
biasanya dibatasi sampai dua pertiga cairan rumatan dan berikan perhatian
terhadap nutrisi dan istirahat. Penatalaksanaan medis dilanjutkan dengan
rencana untuk intervensi kateteritasi jantung atau intervensi bedah jika
diindikasikan. (Bezt, 2009)
Menurut
Mutaqin (2009), penatalaksanaan medis pada pasien gagal jantung dapat dilakukan
dengan;
-
Terapi oksigen
-
Terapi nitrat
dan Vasodilator koroner
-
Terapi diuretic
-
Terapi inotropik
positif
-
Terapi sedative
Menurut
Dafey (2005), terapi yang dapat dilakukan pada penderita gagal jantung antara
lain;
·
Terapi umum :
obati penyebab yang mendasari dan aritmia bila ada. Kurangi asupan garam dan
air, pantau terapi dengan mengukur berat badan setiap hari. Obati faktor resiko
hipertensi dan PJK dengan tepat.
·
Deuritik adalah
dasar untuk simtomatik. Dosisinya harus
cukup besar untuk menghilangkan edema paru dan perifer. Efek samping
utama adalah hipokalemia ( berikan suplemen K+ atau deuritik hemat kalium. Seperti
amilorid). Spironoklaktom. Suatu deurutik hemat kalium (antagonis aldosteron)
memperbaiki frogniosis pada CHF berat.
·
Inhibitor ACE
menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Memotong respon
neoroendokrin maladaptif. Beberapa penelitian besar acak dengan control
menunjukan obat golongan ini memperbaiki gejala, kualitas hidup, dan prognosis
pada gagal jantung yang nyata atau kerusakan fungsi ventrikel kiri. Obat ini
dapat memacu gagal ginjal pada sianosis arteri renalis bilateral (periksa ureum
dan kreatinin). Efek samping lain yang paling banyak dijumpai adalah batuk
kring persisten 15%.
·
Antagonis
reseftor angiotensin II. Misalnya losartan menghambat angiotensin II. Dengan
antagonisme langsung terhadap reseftornya. Efek dan manfaatnya sama seperti
inhibitor ACE
·
Bloker B, seperti
bisoprolol, dan karvedilol sebelumnya dianggap kontraindikasi pada gagal
jantung. Namun demikian, katekolanin yang tinggi dalam sirkulasidan penurunan
regulasi reseftor adrenelgik sangat berbahaya pada gagal jantung. Bloker B
(diberikan hanya pada pasien yang stabil, dengan dosis yang sangat rendah, dinaikan
bertahap) membalikan keadaan ini dan memperbaiki ststus fungsional serta
prognosis. Menurunkan kegagalan pompa serta kematian mendadak akibat aritmia.
·
Digoksin
memiliki efek inotrofik positif pada irama sinus dan menyebabkan perbaikan
simtomatik serta menurunkan tingkat perawatan dirumah sakit, walaupun tidak
mempengaruhi tingkat mortalitas.
2.9
Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian
Anamnesa
-
Keluhan utama
Keluhan utama klien
dengan gagal jantung adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
-
Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang
mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan
mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu:
·
Provoking
Incident : kelemahan fisik yang
terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat
gangguan pada jantung (lihat klasifikasi gagal jantung).
·
Quality of Pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas
klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu
pernapasan).
·
Region :
Iradiation, relief : apakah kelemahan
fisik bersifat local atau memengaruhi keseluruhan system otot rangka dan apakah
disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
·
Severity (Scale
)of Pain : kaji rentang kemampuan
klien dalam melakukan aktvitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam
beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
·
Timer : sifat mula timbulnya
(onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama
timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat
istirahat maupun saat beraktifitas.
-
Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan
menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
miokardium, infark miokardium, diabetesmelitus, dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai
obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan masih relevan
dengan kondisi saat ini. Obat-obatan meliputi obat deuretik, nitrat, penghambat
beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa
lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan
suatu alergi sebagai efek samping obat.
-
Riwayat penyakit keluarga
Perawat menanyakan
tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang
meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor
risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
-
Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan
situasi tempat klien bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial dengan
menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alcohol atau obat tertentu.
kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa
lama, berapa batang perhari, dan jenis rokok.
Disamping
pertanyaan-pertanyaan tersebut, data biografi juga merupakan data yang perlu
diketahui, yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama
yang dianut klien.
Saat mengajukan
pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan kembali kondisi klien. Bila
keadaan klien sedang kritis, maka pertanyaan yang diajukan bukan pertanyaaan
terbuka tetapi pertanyaaan tertutup yaitu pertanyaan yang jawabannya “ya” dan
“tidak” atau pertanyaan yang dapat dijawab dengan gerakan tubuh, yaitu
mengangguk atau menggelengkan kepala sehingga tidak memerlukan energy yang
besar.
-
Pengkajian psikososial
Perubahan integritas
ego yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal, takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan ynang tak perlu, khawatir
tentang keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap
menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, dan focus pada dirir sendiri.,
Interaksi sosial dikaji
terhadap adanya strees karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan
kesulitan koping dengan stressor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi
akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut
dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia atau
tampak kebingungan.
Pemeriksaan
fisik
-
Keadaan umum
Pada pemeriksaan
keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau compos mentis
dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi system saraf pusat.
-
B1 (Breathing)
Kongesti vaskular pulmonal
Gejala-gejala kongesti
vascular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal,
batuk, dan edema akut.
a.
Dispnea
Dispnea, dikarakteristikkan dengan pernafasan cepat,
dangkal dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang
cukup, yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya insomnia, gelisah,
atau kelemahan, yang disebabkan oleh dispnea.
b.
Ortopnea
Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar
karena dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang
berhubungan dengan kongesti paru pulmonal. Perawat harus menentukan apakah
ortopnea benar-benar berhubungsn de gan penyakir jantung atau apakah peninggian
kepala saat tidur adalah kebiasaan klien belaka. Sebagai contoh, bila klien
menyatakan bahwa alasan ia terbiasa
menggunakan tiga bantal saat tidur. Tetapi, perawat harus menanyakan
alasanklien tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa
ia melakukan ini karena menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah
dilakukan sejak sebelum mempunyai gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak
tepat di anggap sebagai ortopnea.
c.
Dispnea Nokturnal Paroksimal
Dispnea nokturnal pulmonal (DNP) adalah keluhan yang
dikenal baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun ditengah malam karena
mengalami napas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksimal diperkirakan
disebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan kedalam kompartemen
intravaskular sebagai akibat dari posisi telentang. Pada siang hari, saat klien
mengeluh melakukan aktivitas, tekanan hidrostatik vena meningkat, khususnya pada
bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi, peningkatan volume cairan, dan
peningkatan tonus simpatetik. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini,
sejumlah cairan keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun, dengan
posisi telentang, tekanan pada kapiler-kapiler dependen menurun dan cairan
diserap kembali ke dalam sirkulasi. Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi
akan memberikan jumlah tambahan darah yang dialirkan ke jantung untuk dipompa
tiap menit (peningkatan beban awal) dan memberikan beban tambahan pada dasar
vascular pulmonal yang telah mengalami kongesti.
Mengigat bahwa DNP terjadi bukan hanya pada malam
hari tetapi dapat terjadi kapan saja, klien harus diberikan tirah baring selama
perawatan akut dirumah sakit.
d.
Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari
kongesti vaskular pulmonal yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat
merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan
batuk pendek. Gejala ini dihubungkan dengan kongesti mukosa bronchial dan
berhubungann dengan peningkatan produksi mucus.
e.
Edema Pulmonal
Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling
bervariasi dihubungkan dengan kongesti vascular pulmonal. Edema pulmonal akut
ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung
mempertahankan cairan didalam saluran vascular (kurang lebih 30mmHg). Pada
tekanan ini, akan terjadi transduksi cairan ke dalam alveoli, namun sebaliknya
tekanan ini akan menurunkan tersedianya area untuk transport normal oksigen dan
karbondioksida dari darah dalam kapiler pulmonal.
Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat,
batuk, ortopnea, ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan,
dan sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna merah muda, berbusa yang
keluar dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani dengan
cepat dan tepat.
-
B2 (Blood)
Inspeksi
Inspeksi tentang adanya
parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan adanya edema ekstremitas.
Palpasi
Denyut nadi perifer
melemah. Thrill biasanya ditemukan.
Auskultasi
Tekanan darah biasanya
menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah
kelainan katup.
Perkusi
Batas jantung mengalami
pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali).
Penurunan curah
jantung
Selain gejala-gejala
yang diakibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti vascular pulmonal, kegagalan
ventrikel kiri juga dihubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan
dengan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah,
apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi, deficit memori, atau penurunan
toleransi latihan.
Gejala ini mungkin
timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien.
Namun, gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap sebagai depresi, neurosis,
atau keluhan fungsional. Oleh karena itu, kondisi ini secara potensial
merupakan indicator penting penyimpangan fungsi pompa yang sering tidak
diperhatikan dank lien juga diberi keyakinan yang tidak tepat atau diberi
tranquilizer atau sediaan yang dapat meningkatkan suasana hati (mood).
Sebaiknya diingat, adanya gejala tidak spesifik dari curah jantung yang rendah
memerlukan pengkajian yang lebih lanjut dan tepat terhadap jantung dan
pemeriksaan psikologis klien yang akan memberikan informasi untuk menentukan
penataaksanaan yang tepat.
Bunyi jantung
dan crackles
Tanda fisik yang
berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat dikenali dengan
mudahadalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3 dan S4) dan crackles
pada bunyi paru-paru. S4 atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti
kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang
ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung. klien diminta untuk berbaring pada
posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum
bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan
kongestif, tetapi dapat menunjukkan adanya penurunan komplians (peningkatan
kekakuan) miokardium. Hal ini mungkin merupakan indikasi awal (premonitori)
menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya ditemukan pada klien dengan infark
miokardium akut dan mungkin tidak mempunyai prognosis bermakna, tetapi mungkin
menunjukkan kegagalan yang baru terjadi.
S3 atau gallop
ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa
hamper tidak pernah ditemukan kecuali jika ada penyakit jantung signifikan.
Kebanyakan dokter akan setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagl kongestif
diindikasikan dengan adanya tanda ini. S3 terdengar pada awal diasolik setelah
bunyi jantung kedua (S2) dan berkaitan denngan periode pengisian ventrikel
pasif yang cepat. Suara ini juga terdengar paling baik dengan bell stetoskop
yang diletakkan diatas apeks, akan lebih baik dengan posisi klien berbaring
miring kiri, dan pada akhir respirasi.
Crackles atau ronchi
basah halus secara umum terdengar pada dasar posteriorparu dan sering dikenali
sebagai bukti gagal ventrikel kiri, dan memang demikian sesungguhnya. Sebelum
crackles ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung, klien harus diinstruksikan
untuk batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin
mengalami kompresi karena berada di bawah diafragma.
Crackles yang tidak
menghilang setelah batuk (pasca batuk-rejan) perlu dievaluasi sedangkan yang
hilang setelah batuk mungkin secara klinis tidak penting. Perawat harus segera
memberikan perhatian pada klien yang mungkin mempunyai bukti bahwa gagl
ventrikel kiri terjadi atau adanya S3 pada apeks dan belum mempunyai area paru
yan g cukup bersih. Jangan menunggu memberikan terapi bila tidak ditemukan
bunyi crackles pada paru-paru.
Disritmia
Karena peningkatan
frekuensi jantung adalah respon awal jantung terhadap stress, sinus takikardia
mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan
pompa jantung. irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi
kontraksi atrium premature, takikardia atrium paroksimal, dan denyut ventrikel
premature. Kapan pun abnormalitas irama terdeteksi, seseorang harus berupaya
untuk menemukan mekanisme dasar patofisiologisnya, kemudian terapi dapat
direncanakan dan diberikan dengan tepat.
Distensi vena
jugularis
Bila ventrikel kanan
tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi
dilatasi dari ruang ventrikel, peningkatan volume, dan tekanan pada diastolik
akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut
pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan diteruskan ke hulu vena
kava dan dapat diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis.
Seseorang dapat mengevaluasi peningkatan vena jugularis dengan melihat pada
vena-vena di leher dan memperhatikan ketinggian kolom darah. Klien
diinstruksikan untuk berbaring ditempat tidur dan kepala tempat tidur
ditinggikan antara 300-600, kolom darah di vena-vena
jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa
millimeter di atas batas atas klavikula. Namun, pada klien dengan gagal
ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar antara 1 sampai 2 cm.
Kulit dingin
Kegagalan arus darah
dean (forward failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang
menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah dialihkan dari
organ-organ nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk
mempertahankan perfusinya, maka manifestasi paling awal dar gagal ke depan yang
lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot
rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer
mengalami vasokontrksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga
akan terjadi sianosis.
Perubahan Nadi
Pemeriksaan denyut
arteri selama gagal jantung akan menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.
·
Denyut jantung
yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf
simpatik.
·
Penurunan yang
bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokontriksi perifer akan mengurangi
tekanan nadi ( perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) dan
menghasilkan denyut yang lemah atau thready pulse.
·
Hipotensi
sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.
·
Selain itu, pada
gagal jantung yang berat dapat timbul pulsus alternans atau gangguan pulsasi,
suatu perubahan dari kekuatan denyut arteri. pulsus alternans menunjukkan
gangguan fungsi mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke denyut
pada volume sekuncup.
-
B3 (Brain)
Kesadaran klien
biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
-
B4 (Bladder)
Pengukuran volume
output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor
adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema
ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
-
B5 (Bowel)
Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri
tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh vortal meningkat
sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan
asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan
pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distress pernapasan.
Anoreksia
Anoreksia (hilangnya
selera makan) dan mulai terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena didalam
rongga abdomen.
-
B6 (Bone)
Edema
Edema sering
dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya dan tentu
saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini
sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi
ventrikel. Banyak orang, terutama lansia, menghabiskan waktu mereka untuk duduk
dikursi dengan kaki tergantung. Sebagai akibat dari posisi tubuh ini, penurunan
turgor jaringan subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut dan mungkin karena
adanya penyakit vena primer seperti varikositis, edema pergelangan kaki dapat
terjadi sebagai gejala yang mewakili faktor terebut daripada dianggap sebagai
gejala kegagalan ventrikel kanan. Bila edema tampak dan berhubungan dengan
kegagalan ventrikel kanan, ini bergantung pada lokasi. Bila klien berdiri atau
bangun, edema akan ditemukan secara primer pada pergelangan kaki dan akan terus
berlanjut ke bagian atas tungkai bila kegagalan maikn buruk. bila klien
berbaring ditempat tidur, bagian tubuh yang tergantung adalah area sacrum, dan
edema harus diperhatikan pada area tersebut. Manifestasi klinis gagal ventrikel
kanan yang tampak adalah edem ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran
hepar), distensi vena leher, asites, anoreksia dan mual, nokturia, dan lemah.
Edema di mulai pada
kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap akan meningkat hingga ke
bagian tungkai dan paha dan akhirnya ke genetalia eksterna dan tubuh bagian
bawah). Edema sacral jarang terjadi pada klien yang berbaring lama karena
daerah sacral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema merupakan cara
pemeriksaaan dedema dimana edema akan tetap cekung setelah penekanan ringan
dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan
minimal sebanyak 4,5 kg.
Mudah lelah
Klien dengan gagal
jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang
berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan
dan emghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi
akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang
pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini
dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.
Pemeriksaan
diagnostik
-
Ekokardiografi
Ekokardiografi
sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan diagnostic yang pertama dan
sebagai alat yang pertama untuk menajemen gagal jantung; sifatnya tidak infasif
dan segera dapat diberikan diagnosis disfungsi jantung dan informasi yang
berkaitan dengan penyebab terjadinya disfungsi jantung dengan segera. Dengan
adanya kombinasi M-Mode, ekokardiografi 2D, dan Doppler, maka pemeriksaan
infasif lain tidak lagi diperlukan.
Gambaran yang paling
sering ditemukan pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik,
kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi ventrikel
kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel.\
-
Rontgen toraks
Foto Rontgen toreks
posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena, edema paru, atau
kardiomegali. Bukti yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena paru
adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran
pembuluh darah.
-
Elektrokardiografi
Pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG) mekipun memberikan informasi yang berkaitan dengan
penyebab, tetapi tidak dapat memberikan gambaran yang spesifik. Pada hasil
pemeriksaan EKG yang normal perlu dicurigai bahwa hasil diagnosis salah.
Pada pemeriksaan EKG
untuk klien dengan gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG seperti berikut
ini.
·
Left bundle branch block, Kelainan segmen ST/T menunjukkan disfungsi
ventrikel kiri kronis;
·
Gelombang Q
menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST menunjjukan penyakit
jantung iskemi;
·
ARitmia;
·
Defisiasi aksis
ke kanan, Rigth bundle branch block,
dan hipertropi ventrkel kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.
b.
Diagnosa
1.
Aktual/resiko
tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan kontraktilitas ventrikel
kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal
2.
Aktual/resiko
tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan,
kongesti paru akibat skunder dari perubahan membrane kapiler alveoli, dan
retensi cairan interstitial.
3.
Aktual/resiko
tinggi kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan
sistematis, perembesan cairan interstitial distemis akibat skunder dari
penurunan curah jantung, gagal jantung kanan.
4.
Akutual/resiko
tinggi gangguan perfusi ferifer yang berhubungan dengan menurunnya curah
jantung.
5.
Intoleransi
aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
kejaringan dengan kebutuhan dengan akibat skunder dari penurunan curah jantung.
6.
Cemas yang
berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kematian, situasi
krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
c.
Intervensi
-
Dx 1
Tujuan
Penurunan curah jantung
dapat teratasi, tanda vital dalam batas terkontrol/hilang, bebas gejala gagal
jantung, outpu urine adekuat.
Kriteria evaluasi
Penurunan Dispnea, TD
normal, tidak terjadi aritmia, CRT kurang dari 3 detik, produksi urine lebih
dari 30 mL/jam.
Intervensi
1.
Kaji dan lapor
tanda penurunan curah jantung.
Rasional : Kejadian mortalitas dan morbiditas
sehubungan dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.
2.
Auskulatasi nadi
apikal.
Rasional : Mengompensasi penurunan kontraktilitas
ventrikel, KAP, MAT, PAT, PVC, dan AF disritmia umum berkenaan dengan GJK.
3.
Catat bunyi
jantung.
Rasional : Mengetahui adanya S3 dan S4.
4.
Palpasi nadi
perifer.
Rasional : Mengetahui terjadinya penurunan curah
jantung.
5.
Pantau dan catat
adanya output urine, jumlah dan kepekatan urine.
Rasional : Mengetahui respon ginjal terhadap
penurunan curah jantung.
6.
Istirahatkan
klien dengan tirah baring optimal.
Rasional : Menurunkan kerja jantung.
7.
Atur posisi
tirah baring tirah baring.
Rasional : Mengurangi kesulitan bernapas.
8.
Kaji perubahan
pada sensorik, contoh letargi, cemas, dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi
serebral.
9.
Berikan
istirahat psikologi dengan lingkungan yang tenang.
Rasional : Meningkatkan frekuensi kerja jantung.
10. Berikan oksigen tambahan.
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen.
11. Kolaborasi pemberian diet jantung.
Rasional : Meminalkan kerja dan ketegangan otot.
12. Kolaborasi pemberian obat.
Rasional : Meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontratilitas, dan menurunkan kongesti.
13. Pantau rangkaian gambaran EKG dan perubahan foto
rontgen toraks.
Rasional : Menunjukkan pembesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal.
-
Dx 2
Tujuan
Penurunan respon sesak
napas.
Kriteria evaluasi
Klien menunjukkan
penurunan sesak napas, tanda vital dalam batas normal (RR 16-20x/menit), tidak
ada penggunaan alat bantu napas, GDA normal.
Intervensi
1.
Berikan tambahan
oksigen 6 L/mnt
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen dalam
proses pertukaran gas.
2.
Latih batuk
efektif dan napas dalam.
Rasional : Mencegah atelektasis
3.
Kolaborasi
pemberian obat.
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas otot jantung.
-
Dx 3
Tujuan
Tidak terjadi kelebihan
volume cairan sistemis.
Criteria Evaluasi
Klien tidak sesak
napas, edema (-), pitting edema (-), produksi urine > 600ml/hari.
Intervensi
1.
Kaji adanya
edema ekstremitas.
Rasinal : Dugaan adanya gagal jantung kongestif.
2.
Kaji TD.
Rasional : Mengetahui peningkatan jumlah cairan yang
mempengaruhi kerja jantung.
3.
Kaji DVJ.
Rasional : Peningkatan cairan dapat membebani fungsi
ventrikel kanan.
4.
Ukur intake dan
output cairan.
Rasional : Mengetahui penurunan curah jantung.
5.
Timbang berat
badan.
Rasional : Mengetahui apakah ada gangguan
keseimbangan cairan.
6.
Berikan posisi
yang membantu drainase ekstremitas, lakukan gerak pasif.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena.
7.
Kolaborasi
pemberian diet dan obat deuritika.
Rasional : Menurunkan volume cairan tubuh untuk
menurunkan kerja jantung.
-
Dx 4
Tujuan
Perfusi perifer
meningkat
Criteria evaluasi
Klien tidak mengeluh
pusing, tanda vital normal, CRT < 3 detik, dan urine > 600ml/hari.
Intervensi
1.
Auskultasi TD.
Rasional : Mengetahui adanya hipotensi dan
hipertensi.
2.
Kaji warna
kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaforesis.
Rasional :Mengetahui derajat hipoksemia dan
peningkatan tahanan perifer.
3.
Kaji kualitas
peristaltik.
Rasional : Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap GI.
4.
Kaji adanya
kongesti hepar pada abdomen kanan atas.
Rasional : Sebagai dampak jantung kanan berat.
5.
Pantau output
urine.
Rasional : Penurunan curah jantung mengakibatkan
penurunan produksi urine.
6.
Pantau frekuensi
jantung dan irama jantung.
Rasional : Mengetahui komplikasi disritmia.
7.
Berikan makanan
kecil dan mudah dikunyah, batasi intake kafein.
Rasional : Makanan besar meningkatkan kerja jantung
dan kafein meningkatkan frekuensi jantung
-
Dx 5
Tujuan
Terdapat respon
perbaikan dengan meningkatnya kemampuan beraktivitas klien.
Criteria evaluasi
Klien beraktivitas
tanpa gejala-gejala yang berat, klien tidak mengalami sesak napas saat
beraktifitas.
Intervensi
1.
Catat frekuensi
jantung, irama dan perubahan TD.
Rasional : Respon klien terhadap aktivitas dapat
mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
2.
Tingkatkan
istirahat, batasi aktivitas dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
Rasional : Menurunkan kerja miokardium dan konsumsi
oksigen.
3.
Anjurkan
menghindari perilaku yang meningkatkan tekanan abdomen.
Rasional : Meningkatkan preload, tahanan vaskuler
sistemis, dan beban jantung.
4.
Pertahankan
tirah baring saat fase akut.
Rasional : Mengurangi beban jantung.
5.
Evaluasi tanda
vital apabila kemajuan aktivitas terjadi.
Rasional : Mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan
dengan aktivitas.
6.
Pertahankan
penambahan oksigen.
Rasional : Meningkatkan oksigenasi jaringan.
7.
Selama aktivitas
kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja napas dan frekuensi napas serta keluhan
subjektif.
Rasional : Melihat dampak dari aktivitas terhadap
fungsi jantung.
8.
Berikan diet
sesuai program (pembatasan air dan natrium).
Rasional : Mencegah retensi cairan dan edema akibat
penurunan kontraktilitas jantung.
9.
Rujuk ke program
rehabilitasi jantung.
Rasional : mengurangi jumlah oksigen dan mengurangi
ketidaknyamanan.
-
Dx 6
Tujuan
Kecemasan berkurang
Criteria hasil
Tidur 6-8 jam/hari,
gelisah hilang, ansietas berkurang/hilang, klien dapat mengungkapkan
perasaannya tentang tindakan yang dilakukan, klien dapat mengidentifikasi
penyebab dan faktor yang memperngaruhinya.
Intervensi
1.
Kaji tanda-tanda
dan ekspresi verbal dari kecemasan.
Rasional : Meningkatkan kebutuhan jantung akan
oksigen.
2.
Temani klien
saat periode kecemasan tinggi dan beri dukungan.
Rasional : Meningkatkan kemampuan koping klien.
3.
Orientasikan
klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Rasional : Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
4.
Beri kesempatan
kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.
Rasional : Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
5.
Lakukan
pendekatan dan komunikasi.
Rasional : Membina saling percaya.
6.
Beri kesempatan
untuk orang terdekat untuk mendampingi klien.
Rasional : Membantu dalam mengungkapkan perasaan
yang dihadapinya.
7.
Beri penjelasan
tentang penyakit, penyebab serta penanganan yang akan dilakukan.
Rasional : Klien dan keluarga dapat memperoleh informasi yang lebih jelas.
8.
Kolaborasi dalam
pemberian obat.
Rasional
: Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan. (Mutaqin, 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar