Jumat, 14 November 2014

OSTEOMYELITIS

OSTEOMYELITIS

I.       KONSEP DASAR PENYAKIT
A.    Pengertian
Osteomielitis adalah suatu penyakit yang terjadi pada tulang. Infeksi yang mengenai tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi yang terjadi pada jaringan lunak karena terbatasnya aliran darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan, dan pembentukan tulang baru di sekeliling tulang mati atau involukrum (Suratun, 2008).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau, yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur tebuka atau reduksi bedah (osteomielitis eksogen). Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang, yang terjadi akibat gigitan hewan atau manusia, atau injeksi intramuscular yang salah tempat, dapat menyebabkan osteomielitis eksogen. Bakteri adalah penyebab umum osteomielitis akut, namun virus, jamu, dan mikroorganisme lain dapat berperan (Corwin, 2009).

Menurut Crish Brooker (2008), osteomielitis adalah inflamasi yang berawal di sumsum tulang, dan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri akut atau kronik.
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth. (2001)

B.     Etiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70-80% osteomielitis. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai, yaitu proteus, pseudomonas, dan Escherichia coli. Infeksi dapat terjadi melalui:
1.      Penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tempat lain: tonsil yang terinfeksi, infeksi gigi, infeksi saluran napas bagian atas.
2.      Penyebaran infeksi jaringan lunak: ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vascular.
3.      Kontaminasi langsung dengan tulang: fraktur terbuka, cedera traumatic (luka tembak, pembedahan tulang) (Suratun, 2008).

C.    Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik. Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan  penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat  (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
Faktor penyebab/faktor risiko

Setelah pembedahn ortopedi dapat terjadi:
Akut fulminan (stadium I), terjadi dalam 3 bulan
Awitan lambat (stadium II), terjadi dalam 4-24 bulan
Awitan lama (stadium III), terjadi dalam 2 tahun, penyebaran hematogen

Respon infeksi, inflamasi, peningkatan vaskularisasi dan edema, 2-4 hari
 


Thrombosis pada pembuluh darah

Peningkatan tekanan jaringan dan medulla

Iskemia dengan nekrosis tulang

Infeksi berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum
 


Terbentuk abses tulang

Menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya

D.    Jenis-Jenis Osteomielitis
1.      Osteomielitis Primer (Hematogenik)
Disebabkan oleh penyebaran secara hematogen dari fokus lain. Osteomielitis hematogen merupakan ostemielitis primer pada anak-anak dan dapat dibagi menjadi akut dan kronik.
a.       Osteomielitis Hematogen Akut
Merupakan suatu infeksi pada tulang yang sedang tumbuh. Tulang yang seringterkena adalah tulang panjang seperti femur, tibia, humerus, radius, ulna danfibula. Bagian tulang yang diserang adalah bagian metafisis.
b.      Osteomielitis Hematogen Kronik
Merupakan lanjutan dari osteomielitis hematogen akut. Dapat terjadi karena terapi yang tidak adekuat, adanya strain kuman yang resisten terhadap ,menggunakan obat-obat imunosupresif serta kurang baiknya status gizi.
2.      Osteomielitis Sekunder (Perkontinuitatum)
Osteomielitis yang disebabkan oleh penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.

E.     Manifestasi klinis
a.       Nyeri tiba-tiba. Nyeri tekan di atas tulang dan pembengkakan dan rasa hangat di atas tulang.
b.      Demam.
c.       Kemungkinan dehidrasi.
d.      Keengganan menggerakkan tungkai atau menahan beban.
e.       Menahan ekstremitas dalam posisi semifleksi (spasme otot).
f.       Iritabilitas.
g.      Nafsu makan buruk.
h.      Tanda-tanda inflamasi dan infeksi local (hangat, eritema, drainase, penurunan rentang pergerakan)
i.        Letargi (Betz, 2009).

F.     Pemeriksaan penunjang
1.      Pada awalnya, pemeriksaan sinar-X menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang, pengangkatan periosteum, dan pembentukan tulang baru.
2.      Pemindaian untuk mengidentifikasi area infeksi.
3.      MRI dapat membantu diagnosis definitive awal.
4.      Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah.
5.      Kultur darah dan abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotic yang sesuai.

G.    Penatalaksanaan medis
1.      Daerah yang terkena diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur.
2.      Lakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali sehari untuk meningkatkan aliran darah.
3.      Sasaran awal terapi adalah untuk mengontrol dan menghentikan proses infeksi.
4.      Berdasarkan hasil kultur, dimulai pemberian antibiotic intravena. Jika infeksi tampak terkontrol dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan.
5.      Pembedahan dilakukan jika tidak menunjukkan respons terhadap antibiotic.
6.      Lakukan irigasi dengan larutan salin fisiologis steril 7-8 hari pada jaringan nekrotik diangkat. Terapi antibiotic dilanjutkan (Suratun, 2008).


II.    KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOMILETIS
A.    PENGKAJIAN
1.   Identitas klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.

2.   Riwayat keperawatan
a.    Riwayat kesehatan masa lalu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka,atau infeksi lainnya (bakteri pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi gigi dan infeksi saluran kemih) pada masa lalu. Tanyakan mengenai riwayat pembedahan tulang.
b.   Riwayat kesehatan sekarang
Apakah klien terdapat pembengkakan,adanya nyeri dan demam.
c.    Riwayat kesehatan keluarga
Adakah dalam keluarga yang menderita penyakit keturunan.
d.   Riwayat psikososial
Adakah ditemukan depresi, marah ataupun stress.

3.   Kebiasaan sehari-hari
a.       Aktivitas dan istirahat.
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
b.      Sirkulasi
Tanda :
·         Hipertensi, (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi.
·         Takhikardia, (respon stres, hipovolemia).
·         Penurunan / tak ada pada nadi bagian distal yang cedera ; pengisian kapiler lambat, pucat pad abagian yang terkena.
·         Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c.       Neurosensori.
Gejala :
·         Hilang gerakan / sensasi, spasme otot.
·         Kebas / kesemutan (parastesis).
                     Tanda :
·         Deformitas lokal : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
·         Agitasi, (mungkin berhubungan dengan nyeri / ancietas atau trauma lain).
d.      Nyeri / kenyamanan.
Gejala :
·         Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin terlokasi pada area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang dengan imobilisasi.
·         Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).
e.       Keamanan.
Tanda :
·         Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
·         Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).

4.   Pemeriksaan fisik
a.       Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam dan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri.
b.      Kaji adanya faktor resiko (misalnya lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
c.       Identifikasi adanya kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. (pada osteomielitis akut)
d.      Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan adanya cairan purulen.
e.       Identifikasi peningkatan suhu tubuh.
f.       Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila di palpasi.

5.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap darah.
b.      Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
c.       Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri salmonella.
d.      Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk serangkaian tes.
e.       Pemeriksaan ultra sound
Merupakan pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi.
f.       Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik. Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.
g.      Pemeriksaan tambahan, yaitu:
1)      Bone scan, dapat dilakukan pada minggu pertama.
2)      MRI, dilakukan jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2, maka kemungkinan besar adalah osteomielitis.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.   Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2.   Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, keterbatasan rentang gerak.
3.   Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
4.   Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
5.   Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman.
6.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakutan dalam bergerak.
7.   Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
      Dx 1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan bebas dari nyeri dan peningkatan rasa kenyamanan.
Kriteria Evaluasi :
Tidak terjadi nyeri, nafsu makan menjadi normal, ekspresi wajah rileks dan suhu tubuh normal.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1.


2.


3.





4.





5.

Mandiri :
Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri (0-10).
Mempertahankan immobilisasi.


Tinggikan ekstremitas yang nyeri.





Ajarkan teknik relaksasi (napas dalam).




Kolaborasi :
Pemberian obat-obatan analgesik

Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindakannya
Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
Peninggian ekstremitas dapat membantu meningkatkan aliran balik vena yang menyebabkan pembengkakan berkurang sehingga penekanan darah cedera menurun.
Teknik relaksasi (napas dalam) dapat membantu menurunkan tingkat ketegangan sehingga diharapkan tekanan otot-otot sekitar daerah cedera menurun.

Analgesik berfungsi untuk melakukan hambatan pada sensor nyeri sehingga sensasi nyeri pada klien berkurang.


DX 2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, keterbatasan rentang gerak.
Tujuan / Hasil Pasien :
Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
Mempertahankan posisi fungsional.
Meningkatkan / fungsi yang sakit.
Menunjukan teknik mampu melakukan aktivitas.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No.
Intervensi
Rasionalisasi

1.




2.





3.







4.




5.
Mandiri :
Lakukan imobilisasi dengan bidai pada daerah yang mengalami kerusakan.



Ajarkan penggunaan alat bantu berpindah.




Jelaskan pada pasien tentang pentingnya pembatasan aktivitas.






Latihan ROM aktif dan perpindahan maksimal 12kali dalam sehari.



Anjurkan partisipasi aktif sesuai kemampuan dalam kegiatan sehari-hari.

Imobilisasi dapat mengurangi pergerakan daerah cedera sehingga terjadi kerusakan yang berlanjut, hal ini juga dapat membantu menopang berat tubuh.
Klien mungkin baru mengenal dan tidak dapat menggunakan alat bantu mobilitas seperti kruk atau walker sehingga peran perawat adalah memberikan perawatan tentang cara penggunaannya.
Klien mungkin tidak mengerti mengenai tujuan pembatasan gerak sehingga perawat harus memberikan penyuluhan tentang pentingnya pembatasan aktivitas pada pasien cedera. Pemahaman klien memungkinkan peningkatan daya kooperatif.
Latihan ROM dapat mencegah penurunan massa otot, kontraktur dan peningkatan vaskularisasi sehingga tidak timbul komplikasi yang tidak diharapkan.
 Partisipasi aktif dapat membantu pemulihan kesehatan dan melatih kekuatan otot, sehingga diharapkan klien dapat mempertahankan kekuatannya.

DX 3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia.
Kriteria Evaluasi :
Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh normal, tidak mual, suhu tubuh normal.
Intervensi dan Rasionalisasi
No
Intervensi
Rasionalisasi

1.




2.



3.


4.




5.
Mandiri :
Pantau :
Suhu tubuh setiap 2 jam, warna kulit,  TD, nadi dan pernapasan hidrasi (turgor dan kelembapan kulit.
Lepaskan pakaian yang berlebihan.



Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.
Motivasi asupan cairan.



Kolaborasi :
Berikan obat antipiretik sesuai dengan anjuran.

Mengetahui perkembangan lebih lanjut.



Pakaian yang tidak berlebihan  dapat mengurangi peningkatan suhu tubuh dan dapat memberikan rasa nyaman pada pasien.
Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan  kenyaman pasien.
Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.

Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh.

DX 4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
Tujuan / Hasil Pasien  :
Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah relaks.
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1.


2.



3.




4.



5.
Mandiri :
Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien.

Kaji patologi masalah individu.



Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat.

Kolaborasi :
Gunakan obat sedatif sesuai dengan anjuran

Mengorientasi program pengobatan. Membantu menyadarkan klien untuk memperoleh kontrol.
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik. 
Berulangnya pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi.

Mempertahanan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

Banyak pasien yang membutuhkan obat penenang untuk mengontrol ansietasnya

Dx. 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan / Hasil Pasien :
Pola tidur kembali normal.
Kriteria Evaluasi :
Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang, adanya kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1.


2.


3.


4.



5.



6.
7.

8.



9.
Mandiri :
Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan yang terjadi.
Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misalnya ; bantal dan guling.
Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru.
Cocokkan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur serupa dan kebutuhan malam hari.

Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas beberapa jam sebelum tidur.
Instruksikan tindakan relaksasi.
Kurangi kebisingan dan lampu.

Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendhkan tempat tidur bila mungkin.
Kolaborasi :
Berikan sedatif sesuai indikasi.

Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/ psikologis.
Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stres dan ansietas dapat berkurang.
Menurunkan kemungkinan bahwa teman sekamar yang “burung hantu” dapat menunda pasien untuk terlelap atau menyebabkan terbangun.
Aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam hari.

Membantu menginduksi tidur.
Memberikan situasi kondusif untuk tidur.
Pagar tempat tidur memberikan keamanan dan dapat digunakan untuk membantu merubah posisi.

Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat selama periode transisi dari rumah ke lingkungan baru.

Dx 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) :
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Evaluasi :
Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1.



2.

3.




4.


5.

6.
Mandiri :
Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.

Anjurkan program hemat energi.

Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap.



Kaji respon abdomen setelah beraktivitas.

Berikan kompres air hangat.

Beri waktu istirahat yang cukup.

Merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan vasokonstruksi pembuluh darah dan peningkatan beban jantung.
Mencegah penggunaan energi berlebihan.
Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan latihan fiisk yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan.
Respon abdomen melipuit nadi, tekanan darah, dan pernapasan yang meningkat.
Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri.
Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan.

Dx7. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
Tujuan / Hasil Pasien :
Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami
Kriteria Hasil:
Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi dan rasionalisasi:

No.
Intervensi
Rasionalisasi

1.


Mandiri:
Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter.

Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
2.


3.



4.



5.



6.



7.


Ambulasi dengan kantung drainase dependen.

Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
Observasi drainase luka.



Ganti balutan dengan sering (insisi supra/retropubik dan perianal), pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Gunakan pelindung kulit tipe ostomi.

Kolaborasi:
Berikan antibiotic sesuai indikasi.

Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri kedalam kandung kemih.
Pasien yang mengalami sistokopi/ TUR prostate beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan manipulasi/instrumentasi.
Adanya drain meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah ekskorasi dan menurunkan resiko infeksi.

Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar