OSTEOMYELITIS
I.
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian
Osteomielitis adalah suatu penyakit yang terjadi
pada tulang. Infeksi yang mengenai tulang lebih sulit disembuhkan daripada
infeksi yang terjadi pada jaringan lunak karena terbatasnya aliran darah,
respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan, dan
pembentukan tulang baru di sekeliling tulang mati atau involukrum (Suratun,
2008).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat
terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau,
yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur tebuka atau reduksi bedah
(osteomielitis eksogen). Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang, yang
terjadi akibat gigitan hewan atau manusia, atau injeksi intramuscular yang
salah tempat, dapat menyebabkan osteomielitis eksogen. Bakteri adalah penyebab
umum osteomielitis akut, namun virus, jamu, dan mikroorganisme lain dapat
berperan (Corwin, 2009).
Menurut Crish Brooker (2008), osteomielitis adalah
inflamasi yang berawal di sumsum tulang, dan biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri akut atau kronik.
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang
lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya
asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan
dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi
kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth.
(2001)
B. Etiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70-80% osteomielitis. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai, yaitu proteus, pseudomonas, dan Escherichia coli. Infeksi dapat terjadi melalui:
1. Penyebaran
hematogen dari fokus infeksi di tempat lain: tonsil yang terinfeksi, infeksi
gigi, infeksi saluran napas bagian atas.
2. Penyebaran
infeksi jaringan lunak: ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vascular.
3. Kontaminasi
langsung dengan tulang: fraktur terbuka, cedera traumatic (luka tembak,
pembedahan tulang) (Suratun, 2008).
C. Patofisiologi
Staphylococcus
aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik
lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik. Awitan
Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
(akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan
hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium
2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.
Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran
hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon
inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang
sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian
berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke
jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat
dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada
perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah
mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh,
seperti yang terjadi pada jaringan lunak lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang
baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi
proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan
abses kambuhan sepanjang hidup penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
Setelah
pembedahn ortopedi dapat terjadi:
Akut
fulminan (stadium I), terjadi dalam 3 bulan
Awitan
lambat (stadium II), terjadi dalam 4-24 bulan
Respon
infeksi, inflamasi, peningkatan vaskularisasi dan edema, 2-4 hari
Infeksi
berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum
Menyebar
ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya
D. Jenis-Jenis
Osteomielitis
1. Osteomielitis
Primer (Hematogenik)
Disebabkan
oleh penyebaran secara hematogen dari fokus lain. Osteomielitis hematogen
merupakan ostemielitis primer pada anak-anak dan dapat dibagi menjadi akut dan
kronik.
a. Osteomielitis
Hematogen Akut
Merupakan
suatu infeksi pada tulang yang sedang tumbuh. Tulang yang seringterkena adalah tulang
panjang seperti femur, tibia, humerus, radius, ulna danfibula. Bagian tulang
yang diserang adalah bagian metafisis.
b. Osteomielitis
Hematogen Kronik
Merupakan
lanjutan dari osteomielitis hematogen akut. Dapat terjadi karena terapi yang
tidak adekuat, adanya strain kuman yang resisten terhadap ,menggunakan
obat-obat imunosupresif serta kurang baiknya status gizi.
2. Osteomielitis
Sekunder (Perkontinuitatum)
Osteomielitis
yang disebabkan oleh penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.
E. Manifestasi
klinis
a. Nyeri
tiba-tiba. Nyeri tekan di atas tulang dan pembengkakan dan rasa hangat di atas
tulang.
b. Demam.
c. Kemungkinan
dehidrasi.
d. Keengganan
menggerakkan tungkai atau menahan beban.
e. Menahan
ekstremitas dalam posisi semifleksi (spasme otot).
f. Iritabilitas.
g. Nafsu
makan buruk.
h. Tanda-tanda
inflamasi dan infeksi local (hangat, eritema, drainase, penurunan rentang
pergerakan)
i.
Letargi (Betz, 2009).
F. Pemeriksaan
penunjang
1. Pada
awalnya, pemeriksaan sinar-X menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Sekitar 2
minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang, pengangkatan
periosteum, dan pembentukan tulang baru.
2. Pemindaian
untuk mengidentifikasi area infeksi.
3. MRI
dapat membantu diagnosis definitive awal.
4. Pemeriksaan
darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah.
5. Kultur
darah dan abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotic yang sesuai.
G. Penatalaksanaan
medis
1. Daerah
yang terkena diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah
terjadinya fraktur.
2. Lakukan
rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali sehari untuk meningkatkan
aliran darah.
3. Sasaran
awal terapi adalah untuk mengontrol dan menghentikan proses infeksi.
4. Berdasarkan
hasil kultur, dimulai pemberian antibiotic intravena. Jika infeksi tampak
terkontrol dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan.
5. Pembedahan
dilakukan jika tidak menunjukkan respons terhadap antibiotic.
6. Lakukan
irigasi dengan larutan salin fisiologis steril 7-8 hari pada jaringan nekrotik
diangkat. Terapi antibiotic dilanjutkan (Suratun, 2008).
II.
KONSEP DASAR
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOMILETIS
A. PENGKAJIAN
1.
Identitas klien
Terdiri
dari nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan,bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.
2. Riwayat keperawatan
a.
Riwayat kesehatan masa lalu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur
terbuka,atau infeksi lainnya (bakteri pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi
gigi dan infeksi saluran kemih) pada masa lalu. Tanyakan mengenai riwayat
pembedahan tulang.
b.
Riwayat kesehatan sekarang
Apakah klien terdapat pembengkakan,adanya nyeri
dan demam.
c.
Riwayat kesehatan keluarga
Adakah dalam keluarga yang menderita penyakit
keturunan.
d.
Riwayat psikososial
Adakah ditemukan depresi, marah ataupun stress.
3.
Kebiasaan sehari-hari
a.
Aktivitas dan istirahat.
Tanda
: Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
b.
Sirkulasi
Tanda :
Tanda :
·
Hipertensi, (kadang-kadang terlihat sebagai
respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi.
·
Takhikardia, (respon stres, hipovolemia).
·
Penurunan / tak ada pada nadi bagian distal yang
cedera ; pengisian kapiler lambat, pucat pad abagian yang terkena.
·
Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada
sisi cedera.
c.
Neurosensori.
Gejala
:
·
Hilang gerakan / sensasi, spasme otot.
·
Kebas / kesemutan (parastesis).
Tanda
:
·
Deformitas lokal : angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan
/ hilang fungsi.
·
Agitasi, (mungkin berhubungan dengan nyeri /
ancietas atau trauma lain).
d.
Nyeri / kenyamanan.
Gejala
:
·
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin
terlokasi pada area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang dengan
imobilisasi.
·
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).
e.
Keamanan.
Tanda :
Tanda :
·
Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan,
perubahan warna.
·
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara
bertahap atau tiba-tiba).
4.
Pemeriksaan fisik
a.
Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan,
eritema, demam dan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri.
b.
Kaji adanya faktor resiko (misalnya lansia, diabetes,
terapi kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi
sebelumnya.
c.
Identifikasi adanya kelemahan umum akibat reaksi
sistemik infeksi. (pada osteomielitis akut)
d.
Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata,
dan adanya cairan purulen.
e.
Identifikasi peningkatan suhu tubuh.
f.
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan
terasa lembek bila di palpasi.
5.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan darah
Sel
darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap
darah.
b.
Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan
kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas.
c.
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan
feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri
salmonella.
d.
Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan
proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk serangkaian
tes.
e.
Pemeriksaan ultra sound
Merupakan
pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi.
f.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan
photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik. Setelah
2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan kerusakan
tulang dan pembentukan tulang yang baru.
g.
Pemeriksaan tambahan, yaitu:
1)
Bone scan, dapat dilakukan pada minggu pertama.
2)
MRI, dilakukan jika terdapat fokus gelap pada T1 dan
fokus yang terang pada T2, maka kemungkinan besar adalah osteomielitis.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.
Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan
pembengkakan.
2.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan
dengan nyeri, keterbatasan rentang gerak.
3.
Hipertermi berhubungan dengan proses
inflamasi.
4.
Ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
5.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan
nyeri dan gangguan rasa nyaman.
6.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan nyeri dan ketakutan dalam bergerak.
7.
Resiko terhadap perluasan infeksi
berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Dx
1. Nyeri berhubungan dengan
inflamasi dan pembengkakan.
Tujuan / Hasil
Pasien :
Mendemonstrasikan
bebas dari nyeri dan peningkatan rasa kenyamanan.
Kriteria Evaluasi :
Tidak terjadi nyeri, nafsu makan menjadi
normal, ekspresi wajah rileks dan suhu tubuh normal.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi,
intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri (0-10).
Mempertahankan immobilisasi.
Tinggikan ekstremitas yang nyeri.
Ajarkan teknik relaksasi (napas dalam).
Kolaborasi :
Pemberian obat-obatan analgesik
|
Untuk mengetahui tingkat
rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindakannya
Mencegah pergeseran tulang
dan penekanan pada jaringan yang luka.
Peninggian ekstremitas dapat
membantu meningkatkan aliran balik vena yang menyebabkan pembengkakan
berkurang sehingga penekanan darah cedera menurun.
Teknik relaksasi (napas
dalam) dapat membantu menurunkan tingkat ketegangan sehingga diharapkan
tekanan otot-otot sekitar daerah cedera menurun.
Analgesik
berfungsi untuk melakukan hambatan pada sensor nyeri sehingga sensasi nyeri
pada klien berkurang.
|
DX 2. Gangguan
mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, keterbatasan rentang gerak.
Tujuan / Hasil Pasien :
Gangguan
mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
Meningkatkan
mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
Mempertahankan
posisi fungsional.
Meningkatkan /
fungsi yang sakit.
Menunjukan
teknik mampu melakukan aktivitas.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No.
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Lakukan imobilisasi dengan bidai pada daerah yang
mengalami kerusakan.
Ajarkan penggunaan alat bantu berpindah.
Jelaskan pada pasien tentang pentingnya pembatasan
aktivitas.
Latihan
ROM aktif dan perpindahan maksimal 12kali dalam sehari.
Anjurkan
partisipasi aktif sesuai kemampuan dalam kegiatan sehari-hari.
|
Imobilisasi dapat mengurangi pergerakan daerah cedera
sehingga terjadi kerusakan yang berlanjut, hal ini juga dapat membantu
menopang berat tubuh.
Klien mungkin baru mengenal dan tidak dapat menggunakan
alat bantu mobilitas seperti kruk atau walker sehingga peran perawat adalah
memberikan perawatan tentang cara penggunaannya.
Klien mungkin tidak mengerti mengenai tujuan pembatasan
gerak sehingga perawat harus memberikan penyuluhan tentang pentingnya
pembatasan aktivitas pada pasien cedera. Pemahaman klien memungkinkan
peningkatan daya kooperatif.
Latihan ROM dapat mencegah penurunan massa otot,
kontraktur dan peningkatan vaskularisasi sehingga tidak timbul komplikasi
yang tidak diharapkan.
Partisipasi
aktif dapat membantu pemulihan kesehatan dan melatih kekuatan otot, sehingga
diharapkan klien dapat mempertahankan kekuatannya.
|
DX 3.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan / Hasil
Pasien :
Mendemonstrasikan
bebas dari hipertermia.
Kriteria Evaluasi :
Pasien
tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh normal, tidak mual, suhu
tubuh normal.
Intervensi dan Rasionalisasi
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Pantau :
Suhu tubuh setiap 2 jam, warna kulit, TD,
nadi dan pernapasan hidrasi (turgor dan kelembapan kulit.
Lepaskan pakaian yang berlebihan.
Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan
kenaikan suhu tubuh.
Motivasi
asupan cairan.
Kolaborasi :
Berikan obat antipiretik sesuai dengan anjuran.
|
Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
Pakaian yang tidak berlebihan dapat mengurangi peningkatan suhu tubuh dan
dapat memberikan rasa nyaman pada pasien.
Menurunkan panas melalui proses konduksi serta
evaporasi, dan meningkatkan kenyaman
pasien.
Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta
febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh.
|
DX 4. Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
Tujuan / Hasil
Pasien :
Mendemonstrasikan
hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program
pengobatan.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah relaks.
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang.
Intervensi
dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Jelaskan
tujuan pengobatan pada pasien.
Kaji
patologi masalah individu.
Kaji ulang
tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba,
dispnea, distres pernapasan lanjut.
Kaji ulang praktik kesehatan yang
baik, istirahat.
Kolaborasi :
Gunakan obat sedatif sesuai dengan
anjuran
|
Mengorientasi program pengobatan.
Membantu menyadarkan klien untuk memperoleh kontrol.
Informasi menurunkan takut karena
ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi
dinamik.
Berulangnya pneumotorak/hemotorak
memerlukan intervensi medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi.
Mempertahanan kesehatan umum
meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
Banyak pasien yang membutuhkan obat
penenang untuk mengontrol ansietasnya
|
Dx. 5. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan / Hasil
Pasien :
Pola
tidur kembali normal.
Kriteria Evaluasi :
Jumlah
jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang, adanya kepuasan tidur, pasien
menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Mandiri :
Tentukan
kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan yang terjadi.
Berikan
tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misalnya ; bantal dan
guling.
Buat rutinitas tidur baru yang
dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru.
Cocokkan dengan teman sekamar yang
mempunyai pola tidur serupa dan kebutuhan malam hari.
Dorong beberapa aktifitas fisik pada
siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas beberapa jam sebelum tidur.
Instruksikan tindakan relaksasi.
Kurangi kebisingan dan lampu.
Gunakan pagar tempat tidur sesuai
indikasi, rendhkan tempat tidur bila mungkin.
Kolaborasi :
Berikan sedatif sesuai indikasi.
|
Mengkaji perlunya dan
mengidentifikasi intervensi yang tepat.
Meningkatkan kenyamanan tidur serta
dukungan fisiologis/ psikologis.
Bila rutinitas baru mengandung aspek
sebanyak kebiasaan lama, stres dan ansietas dapat berkurang.
Menurunkan kemungkinan bahwa teman
sekamar yang “burung hantu” dapat menunda pasien untuk terlelap atau
menyebabkan terbangun.
Aktivitas siang hari dapat membantu
pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam hari.
Membantu menginduksi tidur.
Memberikan situasi kondusif untuk
tidur.
Pagar tempat tidur memberikan
keamanan dan dapat digunakan untuk membantu merubah posisi.
Mungkin diberikan untuk membantu
pasien tidur atau istirahat selama periode transisi dari rumah ke lingkungan
baru.
|
Dx 6.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
Tujuan / Hasil
Pasien
(kolaboratif) :
Pasien
menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Evaluasi :
Menurunnya
keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas,
berkurangnya nyeri.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Jelaskan aktivitas dan faktor yang
dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
Anjurkan
program hemat energi.
Buat jadwal
aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap.
Kaji respon
abdomen setelah beraktivitas.
Berikan
kompres air hangat.
Beri waktu
istirahat yang cukup.
|
Merokok,
suhu ekstrim dan stress menyebabkan vasokonstruksi pembuluh darah dan
peningkatan beban jantung.
Mencegah
penggunaan energi berlebihan.
Mempertahankan
pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan latihan fiisk yang memungkinkan
peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan.
Respon abdomen melipuit nadi, tekanan
darah, dan pernapasan yang meningkat.
Kompres air hangat dapat mengurangi
rasa nyeri.
Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan.
|
Dx7. Resiko
terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
Tujuan / Hasil Pasien :
Tidak terjadi
pesiko perluasan infeksi yang dialami
Kriteria Hasil:
Mencapai waktu
penyembuhan
Intervensi dan rasionalisasi:
No.
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
|
Mandiri:
Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan
kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic disekitar sisi
kateter.
|
Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
|
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil,
nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
Observasi drainase luka.
Ganti balutan dengan sering (insisi supra/retropubik
dan perianal), pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Gunakan pelindung kulit tipe ostomi.
Kolaborasi:
Berikan antibiotic sesuai
indikasi.
|
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan
bakteri kedalam kandung kemih.
Pasien yang mengalami sistokopi/ TUR prostate beresiko
untuk syok bedah/septic sehubungan dengan manipulasi/instrumentasi.
Adanya drain meningkatkan resiko untuk infeksi, yang
diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah
ekskorasi dan menurunkan resiko infeksi.
Mungkin diberikan secara profilaktik
sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar